Inilah Kisah Para Korban tsunami di jepang
Rabu, 16 Maret 2011 | 07:56 WIB , kompas
Kaori Ohashi juga selamat dari bencana alam gempa dan tsunami itu. Ohashi menyaksikan dengan kengerian saat gelombang lumpur penuh puing menghantam rumah-rumah dan meratakan ladang-ladang. Dia bergegas ke arah rumah perawatan lansia tempatnya bekerja.
Dia melihat mobil-mobil dan pengemudinya terlempar oleh arus air yang mengamuk itu. Korban-korban lain berpegang erat pada pohon-pohon sebelum tsunami menyeret mereka. ”Saya kira hidup saya selesai,” kata Ohashi saat menceritakan kisah dua malam yang mengerikan terperangkap di dalam panti dengan 15 tenaga staf dan 200 lansia setelah bencana hari Jumat lalu itu.
Ohashi (39), ibu dua anak, kini tinggal di sebuah sekolah di Sendai, ibu kota Prefektur Miyagi, bersama 400 pengungsi lainnya. Setiap kali gempa susulan mengguncang gedung, dia melompat untuk memeluk putrinya yang berusia dua tahun.
Hari Jumat, saat lantai satu dari panti itu dipenuhi air berwarna gelap, Ohashi dan rekan-rekan kerjanya berjuang membawa para lansia ke lantai dua dan tiga.
Ohashi dan rekan-rekannya terus sibuk mengurus para lansia itu, memberi mereka makan sedikit tuna kaleng dan sedikit roti dengan senter. Dalam gelap gulita, para tenaga staf membantu para lansia tidur di tikar.
”Kami dalam isolasi total. Kami takut meninggalkan panti karena tsunami dan gempa bisa sewaktu-waktu terjadi,” kata Ohashi yang kemudian bisa menghubungi putranya yang berusia 12 tahun lewat telepon seluler.
Post Traumatic Stress Disorder (Gangguan Stres Pascatrauma)
Dalam cerita tersebut yang dimaksud dengan ketakutan adalah tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994). Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956)
Dan dalam kejadian tersebut dapat di artikan bahwa korban bencana alam tersebut mengalami Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
REFERENSI :
1. Rahman Shaleh, Abdul. Psikologi. Kencana Prenada Media Group.
2. Baraja, Abubakar. Psikologi Perkembangan. Studia Press.
3. Sarwono Sarlito W. Pengantar Psikologi Umum. Rajawali Pers
RIEFA AMANDA PUTRI
10509254
2pa03
Rabu, 23 Maret 2011
Selasa, 15 Maret 2011
filsafat manusia menurut ibnu bajjah 2
FILSAFAT MANUSIA MENURUT IBNU BAJJAH
PENDAHULUAN
Latar belakang
Di dunia islam perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di dorong oleh ajaran al-qur’an dan hadis yang menganjurkan kepada umatnya supaya menghargai kekuatan akal dan mencari ilmu pengetahuan dimanapun saja. Filsafat islam dibagian timur dunia islam(masyriqi) berbeda dengan filsafat islam di maghribi(bagian barat dunia islam).di timur terdapat tiga orang filosof terkemuka, al-kindi, al-farabi dan ibnu sina, di barat juga terdapat tiga orang filosof kenamaan, ibn bajjah, ibn thufail dan ibn rusyd. Filsafat islam lebih dulu muncul di timur sebelum di barat, sebagai akibat adanya peradaban yang berpusat di syam dan Persia setelah sebelumnya berpusat di Athena dan iskandariyah. Munculnya filsafat di kawasan maghribi terlambat dua abad lamanya dibanding dengan kehadiranya di kawasan masyriqi, setelah pemerintahan bani umayyah berdiri mantap, tidaklah sukar bagi orang arab menerjemahkan buku filsafat , kegiatan ini di lakukan orang suryan atas dorongan para khalifah dan para penguasa arab.
Pada pertengahan abad ke-4 H, beberapa orang andalus pergi ke kawasan masyriqi untuk menuntut ilmu pengetahuan . karena kebutuhan pembangunan di andalus, orang mulai banyak menuntut ilmu matematika dan ilmu falak. Keadaan seperti itu tetap berlangsung selama dua abad, makin lama kebutuhan akan buku-buku filsafat terasa semakin mendesak, di samping kebutuhan akan buku-buku ilmu pengetahuan. Dengan demikian maka lahirlah pemikir-pemikir filsafat. Dalam suasana perkembangan ilmu seperti tersebut di atas muncullah seorang filosof andalus bernama abu bakar Muhammad bin yahya ibn bajjah. Filsafat ibnu bajjah banyak terpengaruh oleh pemikiran islam dari kawasan di timur, seperti al-farabi dan ibnu sina. Hal ini di sebabkan kawasan islam di timur lebih dahulu melakukan penelitian ilmiah dan kajian filsafat dari kawasan islam di barat (andalus). Dan inilah yang mendasari penulis untuk mengkaji bagaimana sosok ibn bajjah dalam memberikan perhatian dan kontribusi yang sangat besar terhadap dunia filsafat.
Rumusan Masalah
Sebagai tindak lanjut dari latar belakang di atas , kami akan memulai pembahasan berangkat dari rumusan masalah sebagai berikut:
siapa sebenarnya sosok ibn bajjah itu?
Bagaimana pemikiran ibn bajjah tentang filsafat?
PEMBAHASAN
Biografi ibn bajjah dan karyanya
Ia adalah abu bakar Muhammad bin yahya, yang terkenal dengan sebutan ibn us-shaigh atau ibnu bajjah. Orang-orang eropa pada abad pertengahan menamai ibnu bajjah dengan “avempance”,[1] ibnu bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalusia. Ia di lahirkan di Saragossa (spanyol) pada akhir abad ke-5 H/ abad ke-11 M.riwayat hidupnya secara rinci tidak banyak di ketahui orang. Begitu juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya tidak trdapat informasi yang jelas.
Menurut beberapa literatur, ibnu bajjah bukan hanya seorang filosof ansich[2], tetapi ia juga seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, fisika, musikus, dan matematika. Fakta ini dapat di terima karena di masa itu belum terjadi pemisahan dalam suatu buku antara sains dan filsafat sehingga seseorang yang mempelajari salah satunnya terpaksa bersentuhan dengan yang lain. Ia juga aktif dalam dunia politik, sehingga gubernur Saragossa dault-almurabith, abu bakar ibnu ibrahim al-sahrawi mengangkatnya menjadi wazir. Akan tetapi sewaktu kota Saragossa jatuh ketangan raja alfonso 1 di aragon ibnu bajjah terpaksa pindah ke kota Seville via Valencia. Di kota ini ia bekerja sebagai seorang dokter. Kemudian dari sini ia pindah ke Granada dan selanjutnya berangkat ke afrika utara, pusat kerajaan dinasti murabith barbar. Setelah itu ibnu bajjah berangkat pula ke fez, marokko. Di kota ini ia di angkat menjadi wazir oleh abu bakar yahya ibnu yusuf ibnu tashfin selama 20 tahun. Akhirnya di kota inilah ia menghembuskan napasnya yang terakhir pada bulan ramadhan 533 H/1138 M, menurut beberapa informasi kematianya ini karena di racuni oleh temanya, seorang dokter yang iri hati terhadap kejeniusanya.
Menurut ibnu Thufail, ibnu bajjah adalah seorang filosof muslim yang paling cemerlang otaknya, paling tepat analisanya, dan paling benar pemikiranya. Namun amat disayangkan pembahasan filsafatnya dalam beberapa bukunya tidaklah matang dan sempurna. Ini di sebabkan ambisi keduniaanya yang begitu besar dan kematianya yang begitu cepat. Karya tulis ibnu bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat, sebagai berikut.
kitab tadbir al-mutawahhid, ini adalah kitab yang paling populer dan penting dari seluruh karya tulisanya, kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang disebutnya sebagai insan al-muwahhid (manusia penyendiri).
risalat al-wada, risalah ini membahas penggerak pertama(tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
risalat al-ittisal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal fa’al.
kitab al-nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.
beberapa risalah dalam ilmu logika, dan sampai sekarang masih tersimpan di perpustakaan escurial(spanyol).
beberapa ulasan tentang buku-buku filsafat, antara lain dari aristoteles, al-farabi, dan sebagainya.
Menurut carra de vaux, di perpustakaan berlin ada 24 risalah manuskrip karangan ibnu bajjah.
Filsafat ibnu bajjah
Ibnu bajjah adalah ahli yang menyandarkan pada teori dan praktek ilmu-ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spekulatif seperti logika, filsafat alam dan metafisika, ibnu bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada karya-karya al-farabi[3], dan dia telah memberikan sejumlah besar tambahan dalam karya-karya itu. Dan dia telah menggunakan metode penelitian filsafat yang benar-benar lain, tidak seperti al-farabi dia berurusan dengan masalah hanya berdasarkan nalar semata. Dia mengagumi filsafat aristoteles, yang di atasnya dia membangun sistemnya sendiri. Tapi, dia berkata untuk memahami lebih dulu filsafatnya secara benar. Itulah sebabnya ibnu bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas karya-karyanya aristoteles.[4] Uraian-uraian ini merupakan bukti yang jelas bahwa dia mempelajari teks-teks karya aristoteles dengan sangat teliti. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini kita akan menelusuri pemikiran filsafatnya.
metafisika (ketuhanan)
Menurut Ibnu bajjah, segalah yang ada (al-maujudat) terbagi dua: yang bergerak dan yang tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang di gerakkan. Gerakan ini di gerakkan pula oleh gerakan yang lain, yang akhir rentetan gerakan ini di gerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak; dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat azali. Gerak jisim mustahil timbul dari subtansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak terbatas) yang oleh ibnu bajjah disebut dengan ‘aql.
Kesimpulanya, gerakan alam ini –jism yang terbatas- digerakkan oleh ‘aql (bukan berasal dari subtansi alam sendiri). Sedangkan yang tidak bergerak adalah ‘aql, ia menggerakkan alam dan ia sendiri tidak bergerak. ‘aql inilah disebut dengan Allah (‘aql, aqil, dan ma’qul) sebagaimana yang dikemukakan oleh al-farabi dan ibnu sina sebelumnya.
Perluh di ketahui bahwa para filosof muslim pada umumnya menyebut Allah itu adalah ‘aql. Argumen yang mereka majukan adalah Allah pencipta dan pengatur alam yang beredar menurut natur rancangan-Nya, mestilah ia memiliki daya berpikir. Kemudian dalam mentauhidkan Allah semutlak-mutlaknya, para filosof muslim menyebut Allah adalah zat yang mempunyai daya berpikir (‘aql), juga berpikir (‘aqil) dan objek pemikiranya sendiri (ma’qul). Keseluruhanya adalah zat-Nya yang Esa.
Sebagaimana Aristoteles, ibnu bajjah juga mendasarkan filsafat metafisikanya pada fisika. Argument adanya Allah adalah dengan adanya gerakan di alam ini. Jadi, Allah adalah azali dan gerakanya adalah bersifat tidak terbatas.
Disinlah letak kelebihan ibnu bajjah walaupun ia berangkat dari filsafat gerak aristoteles, namun ia kembali kepada ajaran islam. Dasar filsafat aristoteles ialah ilmu pengetahuan alam yang tidak mengakui adanya sesuatu di balik alam empiris ini. Kendatipun penggerak pertama berbeda dengan materi, namun ia masih bersifat empiris. Ibnu bajjah tampaknya berupaya mengislamkan argument metafisika aristoteles. Karena itu , menurutnya Allah tidak hanya penggerak, tetapi ia adalah pencipta dan pengatur alam.
JIWA
Menurut pendapat ibnu bajjah, setiap manusia mempunyai jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa di gerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah antaranya ada berupa buatan dan ada pula berupa alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan’ yang di sebut juga oleh ibnu bajjah dengan pendorong naluri (al-harr al-garizi) atau roh insting. Ia terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
Jiwa menurut ibnu bajjah, adalah jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Di akhirat jiwalah yang akan menerima pembalasan, baik balasan kesenangan (surga) maupun balasan siksaan (neraka). Akal, daya berpikir bagi jiwa, adalah satu bagi setiap orang yang berakal. Ia dapat bersatu dengan akal fa’al yang di atasnya dengan jalan ma’rifah filsafat.
AKAL DAN MA’RIFAH
Ibnu bajjah menempatkan akal dalam posisi yang sangat penting. Dengan perantaraan akal, manusia dapat mengetahui sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan masalah ilahiyat. Akal menurut ibnu bajjah terdiri dari dua jenis. Akal teoritis dan akal praktis. Akal teoritis di peroleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang kongkret atau abstrak. Sedangkan akal praktis di peroleh melalui penyelidikan (eksperimen) sehingga menemukan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang di peroleh akal ada dua jenis pula. Yang dapat di pahami , tetapi tidak dapat di hayati; yang dapat dipahami dan dapat pula dihayati.
Berbeda dengan Al-ghazali, menurut ibnu bajjah manusia dapat mencapai puncak ma’rifah dengan akal semata, bukan dengan jalan sufi melalui al-qlb, atau al-zauq. Manusia kata ibnu bajjah, setelah bersih dari sifat kerendahan dan keburukan masyarakat akan dapat bersatu dengan akal aktif dan ketika itulah ia akan memperoleh puncak ma’rifah karena limpahan dari Allah.
AKHLAK
Ibnu bajjah membagi perbuatan manusia kepada dua bagian. Bagian pertama, ialah perbuatan yang timbul dari motif naluri dan hal-hal lain yang berhubungan denganya, baik dekat atau jauh. Bagian kedua ialah perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang bersih dan tinggi dan bagian ini disebutnya, perbuatan-perbuatan manusia.
Pangkal perbedaan antara kedua bagian tersebut bagi ibnu bajjah bukan perbuatan itu sendiri melainkan motifnya. Untuk menjelaskan kedua macam perbuatan tersebut, ia mengemukakan seorang yang terantuk dengan batu, kemudian ia luka-luka, lalu ia melemparkan batu itu. Kalau ia melemparnya karena telah melukainya maka ia adalah perbuatan hewani yang didorong oleh naluri kehewananya yang telah mendiktekan kepadanya untuk memusnahkan setiap perkara yang menganggunya.
Kalau melemparkanya agar batu itu tidak mengganggu orang lain,bukan karena kepentingan dirinya, atau marahnya tidak bersangkut paut dengan pelemparan tersebut, maka perbuatan itu adalah pekerjaan kemanusiaan. Pekerjaan yang terakhir ini saja yang bisa dinilai dalam lapangan akhlak, karena menurut ibnu bajjah hanya orang yang bekerja dibawah pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dan tidak ada hubunganya dengan segi hewani padanya, itu saja yang bisa dihargai perbuatanya dan bisa di sebut orang langit.
Setiap orang yang hendak menundukkan segi hewani pada dirinya, maka ia tidak lain hanya harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiaanya. Dalam keadaan demikianlah, maka segi hewani pada dirinya tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan, dan seseorang menjadi manusia dengan tidak ada kekuranganya, karena kekurangan ini timbul disebabkan ketundukanya kepada naluri.[5]
MANUSIA PENYENDIRI
Filsafat ibnu bajjah yang paling populer ialah manusia penyendiri (al-insan al-munfarid) dalam menjelaskan manusia penyendiri ini, ibnu bajjah terlebih dahulu memaparkan pengertian tadbir al-mutawahhid. Lafal tadbir, adalah bahasa arab, mengandung pengertian yang banyak, namun pengertian yang diinginkan oleh beliau ialah mengatur perbuatan untuk mencapai tujuan yang di inginkan, dengan kata lain aturan yang sempurna. Dengan demikian, jika tadbir dimaksudkan pengaturan yang baik untuk mencapai tujuan tertentu,maka tadbir tentu hanya khusus bagi manusia. Sebab pengertian itu ,hanya dapat dilakukan dengan perantaraan akal,yang akal hanya terdapat pada manusia. Dan juga perbuatan manusia berdasarkan ikhtiar. Hal inilah yang membedakan manusia dari makhluk hewan.
Lebih lanjut ibnu bajjah menjelaskan tentang tadbir bahwa kata ini mencakup pengertian umum dan khusus .tadbir dalam pengertian umum, seperti disebutkan diatas ,adalah segala bentuk perbuatan manusia. Sementara itu tadbir dalam pengertian khusus adalah pengaturan negara dalam pencapaian tertentu. Yakni kebahagian.pada pihak lain ,filosof pertama spanyol ini menghubungkan istilah tadbir pada Allah swt.maha pengatur, yang disebut al-mutadabbir.ia telah mengatur alam sedemikian rapi dan teratur tanpa cacat. Pemakaian kata ini kepada Allah hanya untuk penyerupaan semata. Akan tetapi,pendapat ibnu bajjah ini memang ada benarnya.tadbir yang akan dilaksanakan manusia mestinya mencontoh kepada tadbirnya allah swt.terhadap alam semesta.selain itu, tadbir hanya bisa dilaksanakan degan akal dan ikhtiar.pengertian ini tercakup manusia yang memiliki akal dan allah yang dalam filsafat disebut dengan aql.
Adapun yang disebut degan istilah al-mutwahhid ialah manusia penyendiri. Degan kata lain, seorang atau beberapa orang, mereka mengasingkan diri masing-masing secara sendiri-sendiri, tidak berhubungan dengan orang lain , mereka harus mengasingkan diri dari sikap dan perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak baik. Mereka cukup hanya berhubungan dengan ulama atau ilmuwan, apabila para filosof tidak melakukan hal demikian mereka tidak akan mungkin berhubungan dengan akal fa’al karena pemikiran mereka akan merosot dan tidak pernah mencapai tingkat akal mustafad,yakni akal yang dapat berhubungan dengan akal fa’al. itulah sebabnya beliau menyamakan manusia penyendiri bagaikan tumbuhan. Jika ia tidak menyendiri dalam menghadapi kondisi seperti itu ia akan layu, artinya pemikiran filsafatnya mengalami kemunduran. Jika ini terjadi filosof di maksud tidak akan pernah mencapai kebahagiaan (sa’adah). Ibnu bajjah dalam filsafatnya ini dapat di kelompokkan ke dalam filosof yang mengutamakan amal untuk mencapai derajat manusia yang sempurna. Pada pihak lain, filsafat manusia penyendiri ibnu bajjah ini cocok dengan zaman modern ini. Manusia apabila hidup dalam masyarakat yang bergelimang dalam kemaksiatan dan kebobrokan atau dalam masyarakat materialistis harus membatasi pergaulanya dalam masyarakat dan ia hanya berhubungan dengan masyarakat ketika memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupannya semata.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, Filsafat Islam, Jakarta, CV Pustaka Setia: 2004
Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam, filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT, Raja Grafindo, 2004
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Fuad, Ahmad, Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997
[1] Ahmad hanafi. Pengantar filsafat Islam. (Jakarta: Bulan Bintang,1991) hal. 157
[2] Sirajuddin Zar. Filsafat Islam.(Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004) hal. 185
[3] A. Mustofa.Filsafat Islam.(Bandung: Cv Pustaka Setia, 2004) hal. 258
[4] Sirajuddin zar, hal, 191
[5] Ibid. hal, 195
PENDAHULUAN
Latar belakang
Di dunia islam perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di dorong oleh ajaran al-qur’an dan hadis yang menganjurkan kepada umatnya supaya menghargai kekuatan akal dan mencari ilmu pengetahuan dimanapun saja. Filsafat islam dibagian timur dunia islam(masyriqi) berbeda dengan filsafat islam di maghribi(bagian barat dunia islam).di timur terdapat tiga orang filosof terkemuka, al-kindi, al-farabi dan ibnu sina, di barat juga terdapat tiga orang filosof kenamaan, ibn bajjah, ibn thufail dan ibn rusyd. Filsafat islam lebih dulu muncul di timur sebelum di barat, sebagai akibat adanya peradaban yang berpusat di syam dan Persia setelah sebelumnya berpusat di Athena dan iskandariyah. Munculnya filsafat di kawasan maghribi terlambat dua abad lamanya dibanding dengan kehadiranya di kawasan masyriqi, setelah pemerintahan bani umayyah berdiri mantap, tidaklah sukar bagi orang arab menerjemahkan buku filsafat , kegiatan ini di lakukan orang suryan atas dorongan para khalifah dan para penguasa arab.
Pada pertengahan abad ke-4 H, beberapa orang andalus pergi ke kawasan masyriqi untuk menuntut ilmu pengetahuan . karena kebutuhan pembangunan di andalus, orang mulai banyak menuntut ilmu matematika dan ilmu falak. Keadaan seperti itu tetap berlangsung selama dua abad, makin lama kebutuhan akan buku-buku filsafat terasa semakin mendesak, di samping kebutuhan akan buku-buku ilmu pengetahuan. Dengan demikian maka lahirlah pemikir-pemikir filsafat. Dalam suasana perkembangan ilmu seperti tersebut di atas muncullah seorang filosof andalus bernama abu bakar Muhammad bin yahya ibn bajjah. Filsafat ibnu bajjah banyak terpengaruh oleh pemikiran islam dari kawasan di timur, seperti al-farabi dan ibnu sina. Hal ini di sebabkan kawasan islam di timur lebih dahulu melakukan penelitian ilmiah dan kajian filsafat dari kawasan islam di barat (andalus). Dan inilah yang mendasari penulis untuk mengkaji bagaimana sosok ibn bajjah dalam memberikan perhatian dan kontribusi yang sangat besar terhadap dunia filsafat.
Rumusan Masalah
Sebagai tindak lanjut dari latar belakang di atas , kami akan memulai pembahasan berangkat dari rumusan masalah sebagai berikut:
siapa sebenarnya sosok ibn bajjah itu?
Bagaimana pemikiran ibn bajjah tentang filsafat?
PEMBAHASAN
Biografi ibn bajjah dan karyanya
Ia adalah abu bakar Muhammad bin yahya, yang terkenal dengan sebutan ibn us-shaigh atau ibnu bajjah. Orang-orang eropa pada abad pertengahan menamai ibnu bajjah dengan “avempance”,[1] ibnu bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalusia. Ia di lahirkan di Saragossa (spanyol) pada akhir abad ke-5 H/ abad ke-11 M.riwayat hidupnya secara rinci tidak banyak di ketahui orang. Begitu juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya tidak trdapat informasi yang jelas.
Menurut beberapa literatur, ibnu bajjah bukan hanya seorang filosof ansich[2], tetapi ia juga seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, fisika, musikus, dan matematika. Fakta ini dapat di terima karena di masa itu belum terjadi pemisahan dalam suatu buku antara sains dan filsafat sehingga seseorang yang mempelajari salah satunnya terpaksa bersentuhan dengan yang lain. Ia juga aktif dalam dunia politik, sehingga gubernur Saragossa dault-almurabith, abu bakar ibnu ibrahim al-sahrawi mengangkatnya menjadi wazir. Akan tetapi sewaktu kota Saragossa jatuh ketangan raja alfonso 1 di aragon ibnu bajjah terpaksa pindah ke kota Seville via Valencia. Di kota ini ia bekerja sebagai seorang dokter. Kemudian dari sini ia pindah ke Granada dan selanjutnya berangkat ke afrika utara, pusat kerajaan dinasti murabith barbar. Setelah itu ibnu bajjah berangkat pula ke fez, marokko. Di kota ini ia di angkat menjadi wazir oleh abu bakar yahya ibnu yusuf ibnu tashfin selama 20 tahun. Akhirnya di kota inilah ia menghembuskan napasnya yang terakhir pada bulan ramadhan 533 H/1138 M, menurut beberapa informasi kematianya ini karena di racuni oleh temanya, seorang dokter yang iri hati terhadap kejeniusanya.
Menurut ibnu Thufail, ibnu bajjah adalah seorang filosof muslim yang paling cemerlang otaknya, paling tepat analisanya, dan paling benar pemikiranya. Namun amat disayangkan pembahasan filsafatnya dalam beberapa bukunya tidaklah matang dan sempurna. Ini di sebabkan ambisi keduniaanya yang begitu besar dan kematianya yang begitu cepat. Karya tulis ibnu bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat, sebagai berikut.
kitab tadbir al-mutawahhid, ini adalah kitab yang paling populer dan penting dari seluruh karya tulisanya, kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang disebutnya sebagai insan al-muwahhid (manusia penyendiri).
risalat al-wada, risalah ini membahas penggerak pertama(tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
risalat al-ittisal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal fa’al.
kitab al-nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.
beberapa risalah dalam ilmu logika, dan sampai sekarang masih tersimpan di perpustakaan escurial(spanyol).
beberapa ulasan tentang buku-buku filsafat, antara lain dari aristoteles, al-farabi, dan sebagainya.
Menurut carra de vaux, di perpustakaan berlin ada 24 risalah manuskrip karangan ibnu bajjah.
Filsafat ibnu bajjah
Ibnu bajjah adalah ahli yang menyandarkan pada teori dan praktek ilmu-ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spekulatif seperti logika, filsafat alam dan metafisika, ibnu bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada karya-karya al-farabi[3], dan dia telah memberikan sejumlah besar tambahan dalam karya-karya itu. Dan dia telah menggunakan metode penelitian filsafat yang benar-benar lain, tidak seperti al-farabi dia berurusan dengan masalah hanya berdasarkan nalar semata. Dia mengagumi filsafat aristoteles, yang di atasnya dia membangun sistemnya sendiri. Tapi, dia berkata untuk memahami lebih dulu filsafatnya secara benar. Itulah sebabnya ibnu bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas karya-karyanya aristoteles.[4] Uraian-uraian ini merupakan bukti yang jelas bahwa dia mempelajari teks-teks karya aristoteles dengan sangat teliti. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini kita akan menelusuri pemikiran filsafatnya.
metafisika (ketuhanan)
Menurut Ibnu bajjah, segalah yang ada (al-maujudat) terbagi dua: yang bergerak dan yang tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang di gerakkan. Gerakan ini di gerakkan pula oleh gerakan yang lain, yang akhir rentetan gerakan ini di gerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak; dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat azali. Gerak jisim mustahil timbul dari subtansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak terbatas) yang oleh ibnu bajjah disebut dengan ‘aql.
Kesimpulanya, gerakan alam ini –jism yang terbatas- digerakkan oleh ‘aql (bukan berasal dari subtansi alam sendiri). Sedangkan yang tidak bergerak adalah ‘aql, ia menggerakkan alam dan ia sendiri tidak bergerak. ‘aql inilah disebut dengan Allah (‘aql, aqil, dan ma’qul) sebagaimana yang dikemukakan oleh al-farabi dan ibnu sina sebelumnya.
Perluh di ketahui bahwa para filosof muslim pada umumnya menyebut Allah itu adalah ‘aql. Argumen yang mereka majukan adalah Allah pencipta dan pengatur alam yang beredar menurut natur rancangan-Nya, mestilah ia memiliki daya berpikir. Kemudian dalam mentauhidkan Allah semutlak-mutlaknya, para filosof muslim menyebut Allah adalah zat yang mempunyai daya berpikir (‘aql), juga berpikir (‘aqil) dan objek pemikiranya sendiri (ma’qul). Keseluruhanya adalah zat-Nya yang Esa.
Sebagaimana Aristoteles, ibnu bajjah juga mendasarkan filsafat metafisikanya pada fisika. Argument adanya Allah adalah dengan adanya gerakan di alam ini. Jadi, Allah adalah azali dan gerakanya adalah bersifat tidak terbatas.
Disinlah letak kelebihan ibnu bajjah walaupun ia berangkat dari filsafat gerak aristoteles, namun ia kembali kepada ajaran islam. Dasar filsafat aristoteles ialah ilmu pengetahuan alam yang tidak mengakui adanya sesuatu di balik alam empiris ini. Kendatipun penggerak pertama berbeda dengan materi, namun ia masih bersifat empiris. Ibnu bajjah tampaknya berupaya mengislamkan argument metafisika aristoteles. Karena itu , menurutnya Allah tidak hanya penggerak, tetapi ia adalah pencipta dan pengatur alam.
JIWA
Menurut pendapat ibnu bajjah, setiap manusia mempunyai jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa di gerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah antaranya ada berupa buatan dan ada pula berupa alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan’ yang di sebut juga oleh ibnu bajjah dengan pendorong naluri (al-harr al-garizi) atau roh insting. Ia terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
Jiwa menurut ibnu bajjah, adalah jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Di akhirat jiwalah yang akan menerima pembalasan, baik balasan kesenangan (surga) maupun balasan siksaan (neraka). Akal, daya berpikir bagi jiwa, adalah satu bagi setiap orang yang berakal. Ia dapat bersatu dengan akal fa’al yang di atasnya dengan jalan ma’rifah filsafat.
AKAL DAN MA’RIFAH
Ibnu bajjah menempatkan akal dalam posisi yang sangat penting. Dengan perantaraan akal, manusia dapat mengetahui sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan masalah ilahiyat. Akal menurut ibnu bajjah terdiri dari dua jenis. Akal teoritis dan akal praktis. Akal teoritis di peroleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang kongkret atau abstrak. Sedangkan akal praktis di peroleh melalui penyelidikan (eksperimen) sehingga menemukan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang di peroleh akal ada dua jenis pula. Yang dapat di pahami , tetapi tidak dapat di hayati; yang dapat dipahami dan dapat pula dihayati.
Berbeda dengan Al-ghazali, menurut ibnu bajjah manusia dapat mencapai puncak ma’rifah dengan akal semata, bukan dengan jalan sufi melalui al-qlb, atau al-zauq. Manusia kata ibnu bajjah, setelah bersih dari sifat kerendahan dan keburukan masyarakat akan dapat bersatu dengan akal aktif dan ketika itulah ia akan memperoleh puncak ma’rifah karena limpahan dari Allah.
AKHLAK
Ibnu bajjah membagi perbuatan manusia kepada dua bagian. Bagian pertama, ialah perbuatan yang timbul dari motif naluri dan hal-hal lain yang berhubungan denganya, baik dekat atau jauh. Bagian kedua ialah perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang bersih dan tinggi dan bagian ini disebutnya, perbuatan-perbuatan manusia.
Pangkal perbedaan antara kedua bagian tersebut bagi ibnu bajjah bukan perbuatan itu sendiri melainkan motifnya. Untuk menjelaskan kedua macam perbuatan tersebut, ia mengemukakan seorang yang terantuk dengan batu, kemudian ia luka-luka, lalu ia melemparkan batu itu. Kalau ia melemparnya karena telah melukainya maka ia adalah perbuatan hewani yang didorong oleh naluri kehewananya yang telah mendiktekan kepadanya untuk memusnahkan setiap perkara yang menganggunya.
Kalau melemparkanya agar batu itu tidak mengganggu orang lain,bukan karena kepentingan dirinya, atau marahnya tidak bersangkut paut dengan pelemparan tersebut, maka perbuatan itu adalah pekerjaan kemanusiaan. Pekerjaan yang terakhir ini saja yang bisa dinilai dalam lapangan akhlak, karena menurut ibnu bajjah hanya orang yang bekerja dibawah pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dan tidak ada hubunganya dengan segi hewani padanya, itu saja yang bisa dihargai perbuatanya dan bisa di sebut orang langit.
Setiap orang yang hendak menundukkan segi hewani pada dirinya, maka ia tidak lain hanya harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiaanya. Dalam keadaan demikianlah, maka segi hewani pada dirinya tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan, dan seseorang menjadi manusia dengan tidak ada kekuranganya, karena kekurangan ini timbul disebabkan ketundukanya kepada naluri.[5]
MANUSIA PENYENDIRI
Filsafat ibnu bajjah yang paling populer ialah manusia penyendiri (al-insan al-munfarid) dalam menjelaskan manusia penyendiri ini, ibnu bajjah terlebih dahulu memaparkan pengertian tadbir al-mutawahhid. Lafal tadbir, adalah bahasa arab, mengandung pengertian yang banyak, namun pengertian yang diinginkan oleh beliau ialah mengatur perbuatan untuk mencapai tujuan yang di inginkan, dengan kata lain aturan yang sempurna. Dengan demikian, jika tadbir dimaksudkan pengaturan yang baik untuk mencapai tujuan tertentu,maka tadbir tentu hanya khusus bagi manusia. Sebab pengertian itu ,hanya dapat dilakukan dengan perantaraan akal,yang akal hanya terdapat pada manusia. Dan juga perbuatan manusia berdasarkan ikhtiar. Hal inilah yang membedakan manusia dari makhluk hewan.
Lebih lanjut ibnu bajjah menjelaskan tentang tadbir bahwa kata ini mencakup pengertian umum dan khusus .tadbir dalam pengertian umum, seperti disebutkan diatas ,adalah segala bentuk perbuatan manusia. Sementara itu tadbir dalam pengertian khusus adalah pengaturan negara dalam pencapaian tertentu. Yakni kebahagian.pada pihak lain ,filosof pertama spanyol ini menghubungkan istilah tadbir pada Allah swt.maha pengatur, yang disebut al-mutadabbir.ia telah mengatur alam sedemikian rapi dan teratur tanpa cacat. Pemakaian kata ini kepada Allah hanya untuk penyerupaan semata. Akan tetapi,pendapat ibnu bajjah ini memang ada benarnya.tadbir yang akan dilaksanakan manusia mestinya mencontoh kepada tadbirnya allah swt.terhadap alam semesta.selain itu, tadbir hanya bisa dilaksanakan degan akal dan ikhtiar.pengertian ini tercakup manusia yang memiliki akal dan allah yang dalam filsafat disebut dengan aql.
Adapun yang disebut degan istilah al-mutwahhid ialah manusia penyendiri. Degan kata lain, seorang atau beberapa orang, mereka mengasingkan diri masing-masing secara sendiri-sendiri, tidak berhubungan dengan orang lain , mereka harus mengasingkan diri dari sikap dan perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak baik. Mereka cukup hanya berhubungan dengan ulama atau ilmuwan, apabila para filosof tidak melakukan hal demikian mereka tidak akan mungkin berhubungan dengan akal fa’al karena pemikiran mereka akan merosot dan tidak pernah mencapai tingkat akal mustafad,yakni akal yang dapat berhubungan dengan akal fa’al. itulah sebabnya beliau menyamakan manusia penyendiri bagaikan tumbuhan. Jika ia tidak menyendiri dalam menghadapi kondisi seperti itu ia akan layu, artinya pemikiran filsafatnya mengalami kemunduran. Jika ini terjadi filosof di maksud tidak akan pernah mencapai kebahagiaan (sa’adah). Ibnu bajjah dalam filsafatnya ini dapat di kelompokkan ke dalam filosof yang mengutamakan amal untuk mencapai derajat manusia yang sempurna. Pada pihak lain, filsafat manusia penyendiri ibnu bajjah ini cocok dengan zaman modern ini. Manusia apabila hidup dalam masyarakat yang bergelimang dalam kemaksiatan dan kebobrokan atau dalam masyarakat materialistis harus membatasi pergaulanya dalam masyarakat dan ia hanya berhubungan dengan masyarakat ketika memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupannya semata.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, Filsafat Islam, Jakarta, CV Pustaka Setia: 2004
Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam, filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT, Raja Grafindo, 2004
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Fuad, Ahmad, Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997
[1] Ahmad hanafi. Pengantar filsafat Islam. (Jakarta: Bulan Bintang,1991) hal. 157
[2] Sirajuddin Zar. Filsafat Islam.(Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004) hal. 185
[3] A. Mustofa.Filsafat Islam.(Bandung: Cv Pustaka Setia, 2004) hal. 258
[4] Sirajuddin zar, hal, 191
[5] Ibid. hal, 195
filsafat manusia menurut ibnu bajjah 1
Filsafat manusia menurut ibnu bajjah
A. Pendahuluan
Proses sejarah masa lalu, tidak dapat dielakan begitu saja bahwa pemikiran filsafat islam terpengaruh oleh filsafat yunani. Para filosof islam banyak mengambil pemikiran aristoteles dan banyak tertarik terhadap pemikiran platinus. Sehingga banyak teori filosof yunani diambil oleh filosof lslam.
Salah satu diantara para filosof islam tersebut adalah ibn bajjah pada masa kejayaan islam di spanyol. Ibnu bajjah adalah ahli yang menyadarkan pada teori dan praktik dalam ilmu-ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spektakulatif seperti logika, filsafat alam dan metafisika, sebagaimana yang dikatakan oleh De Boer dalam the histoty of philosophi in islam, bahwa dia benar-benar sesuai dengan al-farabi dengan tulisan-tulisannya logika dan secara umum setuju dengannya, bahkan dengan doktrin-doktin fisika dan metafisikannya.
Ibn bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada karya-karya al-farabi,dan dia telah memberikan sejumlah besar tambahan-tambahan dalam karya-karya itu. Dan dia telah menggunakan metode penelitian filsafat yang benar-benar lain. Tidak seperti al-farabi , dia berurusan segala masalah hanya berdasarkan nalar semata. Dia mengagumi filsafat aristoteles, yang diatasnya dia membangun sistemnya sendiri. Tapi dia berusaha untuk memahami lebih dulu filsafatnya secara benar. Itulah sebabnya ibn bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas karya-karyanya aristoteles.
Filsafat bersal dari kata arab falsafah, yang berasal dari bahasa yunani , philosophia, yang berarti philos=cinta, dan Sophia=pengetahuanjadi philosophia cinta kepada kebijaksanaan kebenaran.jadi setiap orang yang berfilsafat maka dia akan bijaksana.
Filsafat juga berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan semua manusia itu filsuf, semboyan ini benar juga, sebab semua manusia itu berpikir. Akan tetapi, secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua orang yang berpikir itu adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Adapun pembentukan kata filsafat menjadi kata Indonesia diambil dari kata barat yaitu fil dan safat dari kata arab sehingga terjadilah gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat.
A.Biografi Ibnu Bajjah
Umat Islam telah sampai ke tanah Spanyol (Andalusia) semenjak zaman sahabat Rasul. Kedatangan mereka telah berhasil mempengaruhi kehidupan masyarakat di sana khususnya dalam bidang keilmuan. Sepanjang pemerintahan Islam di Spanyol, telah lahir sejumlah cendikiawan dan sarjana dalam pelbagai bidang ilmu. Sebagian mereka ialah ahli sains, matematika, astronomi, perobatan, filsafat, sastera, dan sebagainya.
Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh atau lebih terkenal sebagai Ibnu Bajjah adalah salah seorang diantara para cendekiawan Muslim tersebut,dia berasal dari keluarga al-tujib karena itu ia dikenal sebagai al-tujibi yang bekerja sebagai pedagang emas (bajjah=emas).tetapi di Barat ia lebih dikenal dengan nama Avempace. Ziaduddin Sardar dalam bukunya Science in Islamic Philosopy menabalkan Ibnu Bajjah sebagai sarjana Muslim multi-telenta. Ibnu Bajjah dikenal sebagai seorang astronom, musisi, dokter, fisika, psikologi, pujangga, filsuf dan ahli logika dan matematikus. Sang ilmuwan agung ini terlahir di Saragosa, Spanyol tahun 1082 M. Ibnu Bajjah mengembangkan beragam ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti Murabbitun.Ibnu Bajjah dikenal sebagai penyair yang hebat. Pamornya sebagai seorang sastrawan dan ahli bahasa begitu mengkilap. Salah satu bukti kehebatannya dalam bidang sastra dibuktikannya dengan meraih kemenangan dalam kompetisi puisi bergengsi di zamannya. Emilio Gracia Gomes dalam esainya bertajuk Moorish Spain mencatat Ibnu Bajjah sebagai seorang sastrawan hebat.Menurut seorang penulis kontemporer, Ibnu Khaqan, selain dikenal sebagai seorang penyair, Ibn Bajjah juga dikenal sebagai musisi. Ia piawai bermain musik terutama gambus. Yang lebih mengesankan lagi, Ibnu Bajjah adalah ilmuwan yang hafal Alquran. Selain menguasai beragam ilmu, Ibnu Bajjah pun dikenal pula sebagai politikus ulung.Kehebatannya dalam berpolitik mendapat perhatian dari Abu Bakar Ibrahim, gubernur Saragosa. Ia pun diangkat sebagai menteri semasa Abu Bakr Ibrahim berkuasa di Saragossa.Setelah itu, selama 20 tahun, Ibnu Bajjah pun diangkat menjadi menteri Yahya ibnu Yusuf Ibnu Tashufin.dan didaerah itulah akhir kehidupan ibnu bajjah yang bertepatan pada bulan ramadhan tahun 533H(1138M), yang telah ditacun oleh “ibn zuhr” dokter termasyhur pada zaman itu.
B. Karya tulis Ibn Bajjah
1. Kitab tadbir al- mutawahhid, ini adalah kitab yang paling popular dan penting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan dalam masyarakat Negara,yang disebutnya insan muwahhid(manusia penyendiri).
2. Risalat Al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama(tuhan), manusia,alam, dan kedokteran.
3. Risalat al-ittishal, risalah ini menguraikan manusia dengan akal fa’al.
4. Kitab al-nafs, kitab yang menjelaskan jiwa.(sirojuddin zar)
5. Tardiyyah yang mana kitab ini membahas tentang sya’ir pujian.
C.Filsafat Ibnu Bajjah
a)Epistimologis
Sebagai tokoh pemula filsafat islam di Dunia islam barat, ibn bajjah tidak lepas dari pengaruh saudara-saudaranya, filsuf dari islam timur. Terutama pemikiran al-Farabi dan Ibn Sina. Dalam bukunya yang terkenal tadbir al- mutawahhid, ibn bajjah mengemukakan teori al-ittishal, yaitu bahwa manusia mampu berhubungan dan meleburkan diri dengan akal fa’al atas bantuan ilmu dan pertumbuhan kekuatan insaniah.
Berkaitan dengan teori al-ittishal tersebut, ibn bajjah juga mengajukan satu bentuk epistimologi yang berbeda dengan corak yang dikemukakan al-Ghozali di Dunia islam timur. di Dunia islam timur.kalau al-Ghozali berpendapat bahwa ilham adalah sumber pengetahuan yang lebih penting dan lebih dipercaya, maka ibn bajjah mengkritik pendapat itu, dan menetapkan bahwa sesungguhnya perseorangan mampu sampai pada puncak pengetahuan dan dan melebur kedalam akal fa’al, bila ia bersih dari kerendahan dan keburukan masyarakat. Karena masyarakat bisa melumpuhkan daya kemampuan berpikir perseorangan dan menghalanginya untuk mencapai kesempurnaan, hal ini disebabkan masyarakat itu berlumuran dengan perbuata-perbuatan rendah dan keinginan hawa nafsu yang kuat.jadi, dengan kekuatan dirinya manusia bisa sampai kepada martabat yang tinggi, melalui pikiran dan perbuatan.
Pemikiran tentang epistimologi ini disebut ibn bajjah dalam bukunya, tadbir al-mutawahhidyang berisi delapan pasal, dapat disarikan sebagai berikut:
Pasal pertama: penjelasan kata tadbir, ibn bajjah menjelaskan arti kata tadbir dipakai terhadap setiap kumpulan peraturan yang mengenai dengan perbuatan menuju suatu tujuan, seperti mengatir keluarga atau Negara. Manakalah perbuatan-perbuatan seorang yang bertujuan kepada maksud yang tinggi, haruslah perbuatan itu timbul dari pemikiran yang luas, jauh sekali dari pengaruh luar.
Pasal kedua: berisi penjelasan tentang perbuatan-perbuatan yang bersifat kemanusiaan, untuk menjelaskan yang mungkin membuktikan tujuan “orang yang menyendiri” dibaginya perbuatan kepada dua bagihan:
1-perbuatan yang timbul dari kehendak mereka, sesudah memperhatikan dan mempertimbangkan.
2- suatu perbuatan yang timbul dan bersifat instink hewani yang tunduk kepada jiwa manusia yang berpikir. Perbuatan ini dinilai tingkatan akhlak yang paling tinggitetapi, manakalah seseorang yang kekuatan hewaninya bisa mengalahkan kekuatan berpikirnya, maka ia lebih hina daripada hayawan.
Pasal ketiga: yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan menyendiri, yaitu memperoleh urusan yang bersifat pemikiran, maka wajiblah mengetahui urusan-urusan ini.
Pasal keempat: pembahagian perbuatan manusia kepada tiga macam:
1- perbuatan yang tujuanya berpa bentuk jasmani, seperti minum, makan, pakaian dan yang serupa seperti itu.
2- Perbuatan yang tujuanya adalah bentuk rohaniah perseorangan, bukanlah kelezatan hewani yang menjadi tujuan daripada bahagian ini, tapi yang dituju adalah menyempurnakan bentuk rohani, sehingga seseorang memperoleh ketentraman pikiran dan kesenangan perasaan.
3- Perbuatan yang bertujuan bentuk rohaniah umum. Perbuatan ini adalah perbuatan rohaniah yang lebih sempurna, yang berhubungan dengan akal aktif(akal fa’al).
Pasal kelima: berisi bahwa seorang mutawahhid (penyendiri) harus memilih perbuatan yang paling tinggi, sehingga sampai kepada tujuan akhir.
Pasal enam dan pasal tujuh, kembali memperpanjang uraian mengenai bentuk-bentuk rohaniah dan perbuatan-perbuatan yang bertalian dengannya serta tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Pasal kedelapan: menjelaskan apa yang dimaksud dengan tujuan akhir.
b) Metafisika
Menurut ibn bajjah , segala yang ada terbagi dua: yang bergerak dan tidak bergerak, yang bergerak adalah jism yang sifatnya terbatas. Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang digerakkan. Gerakan ini pula digerakan oleh gerakan lain, yang akhir rentetan gerekan ini digerakan oleh penggerak yang tidak bergerak. Dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda dengan jism.yang mana penggerak ini adalah bersifat azali. Dan ibn bajjah menyebutnya yaitu” ‘aql”.
Dapat disimpulkan bahwa si penggerak yang tapi tidak bergerak yaitu Allah yang mana para filsuf islam menyebutnya dengan sebutan “ ‘aql”
c)Etika
Tindakan manusia menurut Ibn Bajjah ada dua yaitu:
Pertama, tihdakan hewani, timbul karena ada motif naluri atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya, baik dekat maupun jauh.
Kedua, tindakan manusiawi, timbul dikarenakan adanya pemikiran yang lurus dan keamanan yang bersih dan tinggi.
Apabila tindaka seseorang itu bisa dihargai, maka ia harus berbuat dibawah pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dantidak ada hubungannya sama sekali dengan segi hewani. Seseorang yang hendak menunjukkan segi hewani itu pada dirinya maka ia harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiaannya. Dalam keadaan demikianlah maka segi hewani pada dirinya tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan dan seseorang menjadi manusia tidak ada kekurangannya, karena kekuranga ini timbul disebabkan ketundukannya kepada naluri.
d) Politik
Dari pengertian mutawahhid, banyak orang mengira bahwa ibn bajjah menginginkan supaya seseorang menjauhkan diri dari masyarakat ramai. Tetapi sebenarnya ibn bajjah bermaksud bahwa seorang mutawahhid sekalipun harus senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Tetapi hendaklah seseorang itu mampu menguasai diri dan sanggup mengendalikan hawa nafsu, tidak terseret ke dalam arus perbuatan rendah masyarakat.dengan perkataan lain ia harus berpusat pada dirinya dan merasa selalu bahwa dirinya menjadi contoh ikutan orang lain, serta sebagai penyusun perundang-undangan bagi masyarakat, bukan malah tenggelam dalam masyarakat itu.
Tindakan-tindakan mulia itu kemungkinan bisa diterapkan di Negara utama.dalam bentuk-bentuk Negara Daerah yang rusak, semua tindakan dilakukan secara terpaksa dan impulsive. karena penduduknya tidak bertindak secara rasional, dan sukarela tetapi didorong, misalnya pencaharian kebutuhan hidup, kesenangan pujian, atau kejayaan. Dalam kehidupan rezim yang tidak sempurna ini, dimana aspirasi intelektual dirintangi, maka tindakan seseorang yang terkucil, menarik diri dari pergaulan manusia, didalam Negara semacam ini untuk apolitik.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Hasimsyah. 2003, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mustofa. 2009, Filsafat Islam, bandung: pustaka setia.
Zar Sirojuddin. 2004, Filsafat Islam-filosof & filsafatnya, Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Ervani, Reza, ”Ibn Bajjah” dalam www.rezaervani.com/rezapedia /12-02-08/17
A. Pendahuluan
Proses sejarah masa lalu, tidak dapat dielakan begitu saja bahwa pemikiran filsafat islam terpengaruh oleh filsafat yunani. Para filosof islam banyak mengambil pemikiran aristoteles dan banyak tertarik terhadap pemikiran platinus. Sehingga banyak teori filosof yunani diambil oleh filosof lslam.
Salah satu diantara para filosof islam tersebut adalah ibn bajjah pada masa kejayaan islam di spanyol. Ibnu bajjah adalah ahli yang menyadarkan pada teori dan praktik dalam ilmu-ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spektakulatif seperti logika, filsafat alam dan metafisika, sebagaimana yang dikatakan oleh De Boer dalam the histoty of philosophi in islam, bahwa dia benar-benar sesuai dengan al-farabi dengan tulisan-tulisannya logika dan secara umum setuju dengannya, bahkan dengan doktrin-doktin fisika dan metafisikannya.
Ibn bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada karya-karya al-farabi,dan dia telah memberikan sejumlah besar tambahan-tambahan dalam karya-karya itu. Dan dia telah menggunakan metode penelitian filsafat yang benar-benar lain. Tidak seperti al-farabi , dia berurusan segala masalah hanya berdasarkan nalar semata. Dia mengagumi filsafat aristoteles, yang diatasnya dia membangun sistemnya sendiri. Tapi dia berusaha untuk memahami lebih dulu filsafatnya secara benar. Itulah sebabnya ibn bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas karya-karyanya aristoteles.
Filsafat bersal dari kata arab falsafah, yang berasal dari bahasa yunani , philosophia, yang berarti philos=cinta, dan Sophia=pengetahuanjadi philosophia cinta kepada kebijaksanaan kebenaran.jadi setiap orang yang berfilsafat maka dia akan bijaksana.
Filsafat juga berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan semua manusia itu filsuf, semboyan ini benar juga, sebab semua manusia itu berpikir. Akan tetapi, secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua orang yang berpikir itu adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Adapun pembentukan kata filsafat menjadi kata Indonesia diambil dari kata barat yaitu fil dan safat dari kata arab sehingga terjadilah gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat.
A.Biografi Ibnu Bajjah
Umat Islam telah sampai ke tanah Spanyol (Andalusia) semenjak zaman sahabat Rasul. Kedatangan mereka telah berhasil mempengaruhi kehidupan masyarakat di sana khususnya dalam bidang keilmuan. Sepanjang pemerintahan Islam di Spanyol, telah lahir sejumlah cendikiawan dan sarjana dalam pelbagai bidang ilmu. Sebagian mereka ialah ahli sains, matematika, astronomi, perobatan, filsafat, sastera, dan sebagainya.
Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh atau lebih terkenal sebagai Ibnu Bajjah adalah salah seorang diantara para cendekiawan Muslim tersebut,dia berasal dari keluarga al-tujib karena itu ia dikenal sebagai al-tujibi yang bekerja sebagai pedagang emas (bajjah=emas).tetapi di Barat ia lebih dikenal dengan nama Avempace. Ziaduddin Sardar dalam bukunya Science in Islamic Philosopy menabalkan Ibnu Bajjah sebagai sarjana Muslim multi-telenta. Ibnu Bajjah dikenal sebagai seorang astronom, musisi, dokter, fisika, psikologi, pujangga, filsuf dan ahli logika dan matematikus. Sang ilmuwan agung ini terlahir di Saragosa, Spanyol tahun 1082 M. Ibnu Bajjah mengembangkan beragam ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti Murabbitun.Ibnu Bajjah dikenal sebagai penyair yang hebat. Pamornya sebagai seorang sastrawan dan ahli bahasa begitu mengkilap. Salah satu bukti kehebatannya dalam bidang sastra dibuktikannya dengan meraih kemenangan dalam kompetisi puisi bergengsi di zamannya. Emilio Gracia Gomes dalam esainya bertajuk Moorish Spain mencatat Ibnu Bajjah sebagai seorang sastrawan hebat.Menurut seorang penulis kontemporer, Ibnu Khaqan, selain dikenal sebagai seorang penyair, Ibn Bajjah juga dikenal sebagai musisi. Ia piawai bermain musik terutama gambus. Yang lebih mengesankan lagi, Ibnu Bajjah adalah ilmuwan yang hafal Alquran. Selain menguasai beragam ilmu, Ibnu Bajjah pun dikenal pula sebagai politikus ulung.Kehebatannya dalam berpolitik mendapat perhatian dari Abu Bakar Ibrahim, gubernur Saragosa. Ia pun diangkat sebagai menteri semasa Abu Bakr Ibrahim berkuasa di Saragossa.Setelah itu, selama 20 tahun, Ibnu Bajjah pun diangkat menjadi menteri Yahya ibnu Yusuf Ibnu Tashufin.dan didaerah itulah akhir kehidupan ibnu bajjah yang bertepatan pada bulan ramadhan tahun 533H(1138M), yang telah ditacun oleh “ibn zuhr” dokter termasyhur pada zaman itu.
B. Karya tulis Ibn Bajjah
1. Kitab tadbir al- mutawahhid, ini adalah kitab yang paling popular dan penting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan dalam masyarakat Negara,yang disebutnya insan muwahhid(manusia penyendiri).
2. Risalat Al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama(tuhan), manusia,alam, dan kedokteran.
3. Risalat al-ittishal, risalah ini menguraikan manusia dengan akal fa’al.
4. Kitab al-nafs, kitab yang menjelaskan jiwa.(sirojuddin zar)
5. Tardiyyah yang mana kitab ini membahas tentang sya’ir pujian.
C.Filsafat Ibnu Bajjah
a)Epistimologis
Sebagai tokoh pemula filsafat islam di Dunia islam barat, ibn bajjah tidak lepas dari pengaruh saudara-saudaranya, filsuf dari islam timur. Terutama pemikiran al-Farabi dan Ibn Sina. Dalam bukunya yang terkenal tadbir al- mutawahhid, ibn bajjah mengemukakan teori al-ittishal, yaitu bahwa manusia mampu berhubungan dan meleburkan diri dengan akal fa’al atas bantuan ilmu dan pertumbuhan kekuatan insaniah.
Berkaitan dengan teori al-ittishal tersebut, ibn bajjah juga mengajukan satu bentuk epistimologi yang berbeda dengan corak yang dikemukakan al-Ghozali di Dunia islam timur. di Dunia islam timur.kalau al-Ghozali berpendapat bahwa ilham adalah sumber pengetahuan yang lebih penting dan lebih dipercaya, maka ibn bajjah mengkritik pendapat itu, dan menetapkan bahwa sesungguhnya perseorangan mampu sampai pada puncak pengetahuan dan dan melebur kedalam akal fa’al, bila ia bersih dari kerendahan dan keburukan masyarakat. Karena masyarakat bisa melumpuhkan daya kemampuan berpikir perseorangan dan menghalanginya untuk mencapai kesempurnaan, hal ini disebabkan masyarakat itu berlumuran dengan perbuata-perbuatan rendah dan keinginan hawa nafsu yang kuat.jadi, dengan kekuatan dirinya manusia bisa sampai kepada martabat yang tinggi, melalui pikiran dan perbuatan.
Pemikiran tentang epistimologi ini disebut ibn bajjah dalam bukunya, tadbir al-mutawahhidyang berisi delapan pasal, dapat disarikan sebagai berikut:
Pasal pertama: penjelasan kata tadbir, ibn bajjah menjelaskan arti kata tadbir dipakai terhadap setiap kumpulan peraturan yang mengenai dengan perbuatan menuju suatu tujuan, seperti mengatir keluarga atau Negara. Manakalah perbuatan-perbuatan seorang yang bertujuan kepada maksud yang tinggi, haruslah perbuatan itu timbul dari pemikiran yang luas, jauh sekali dari pengaruh luar.
Pasal kedua: berisi penjelasan tentang perbuatan-perbuatan yang bersifat kemanusiaan, untuk menjelaskan yang mungkin membuktikan tujuan “orang yang menyendiri” dibaginya perbuatan kepada dua bagihan:
1-perbuatan yang timbul dari kehendak mereka, sesudah memperhatikan dan mempertimbangkan.
2- suatu perbuatan yang timbul dan bersifat instink hewani yang tunduk kepada jiwa manusia yang berpikir. Perbuatan ini dinilai tingkatan akhlak yang paling tinggitetapi, manakalah seseorang yang kekuatan hewaninya bisa mengalahkan kekuatan berpikirnya, maka ia lebih hina daripada hayawan.
Pasal ketiga: yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan menyendiri, yaitu memperoleh urusan yang bersifat pemikiran, maka wajiblah mengetahui urusan-urusan ini.
Pasal keempat: pembahagian perbuatan manusia kepada tiga macam:
1- perbuatan yang tujuanya berpa bentuk jasmani, seperti minum, makan, pakaian dan yang serupa seperti itu.
2- Perbuatan yang tujuanya adalah bentuk rohaniah perseorangan, bukanlah kelezatan hewani yang menjadi tujuan daripada bahagian ini, tapi yang dituju adalah menyempurnakan bentuk rohani, sehingga seseorang memperoleh ketentraman pikiran dan kesenangan perasaan.
3- Perbuatan yang bertujuan bentuk rohaniah umum. Perbuatan ini adalah perbuatan rohaniah yang lebih sempurna, yang berhubungan dengan akal aktif(akal fa’al).
Pasal kelima: berisi bahwa seorang mutawahhid (penyendiri) harus memilih perbuatan yang paling tinggi, sehingga sampai kepada tujuan akhir.
Pasal enam dan pasal tujuh, kembali memperpanjang uraian mengenai bentuk-bentuk rohaniah dan perbuatan-perbuatan yang bertalian dengannya serta tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Pasal kedelapan: menjelaskan apa yang dimaksud dengan tujuan akhir.
b) Metafisika
Menurut ibn bajjah , segala yang ada terbagi dua: yang bergerak dan tidak bergerak, yang bergerak adalah jism yang sifatnya terbatas. Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang digerakkan. Gerakan ini pula digerakan oleh gerakan lain, yang akhir rentetan gerekan ini digerakan oleh penggerak yang tidak bergerak. Dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda dengan jism.yang mana penggerak ini adalah bersifat azali. Dan ibn bajjah menyebutnya yaitu” ‘aql”.
Dapat disimpulkan bahwa si penggerak yang tapi tidak bergerak yaitu Allah yang mana para filsuf islam menyebutnya dengan sebutan “ ‘aql”
c)Etika
Tindakan manusia menurut Ibn Bajjah ada dua yaitu:
Pertama, tihdakan hewani, timbul karena ada motif naluri atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya, baik dekat maupun jauh.
Kedua, tindakan manusiawi, timbul dikarenakan adanya pemikiran yang lurus dan keamanan yang bersih dan tinggi.
Apabila tindaka seseorang itu bisa dihargai, maka ia harus berbuat dibawah pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dantidak ada hubungannya sama sekali dengan segi hewani. Seseorang yang hendak menunjukkan segi hewani itu pada dirinya maka ia harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiaannya. Dalam keadaan demikianlah maka segi hewani pada dirinya tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan dan seseorang menjadi manusia tidak ada kekurangannya, karena kekuranga ini timbul disebabkan ketundukannya kepada naluri.
d) Politik
Dari pengertian mutawahhid, banyak orang mengira bahwa ibn bajjah menginginkan supaya seseorang menjauhkan diri dari masyarakat ramai. Tetapi sebenarnya ibn bajjah bermaksud bahwa seorang mutawahhid sekalipun harus senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Tetapi hendaklah seseorang itu mampu menguasai diri dan sanggup mengendalikan hawa nafsu, tidak terseret ke dalam arus perbuatan rendah masyarakat.dengan perkataan lain ia harus berpusat pada dirinya dan merasa selalu bahwa dirinya menjadi contoh ikutan orang lain, serta sebagai penyusun perundang-undangan bagi masyarakat, bukan malah tenggelam dalam masyarakat itu.
Tindakan-tindakan mulia itu kemungkinan bisa diterapkan di Negara utama.dalam bentuk-bentuk Negara Daerah yang rusak, semua tindakan dilakukan secara terpaksa dan impulsive. karena penduduknya tidak bertindak secara rasional, dan sukarela tetapi didorong, misalnya pencaharian kebutuhan hidup, kesenangan pujian, atau kejayaan. Dalam kehidupan rezim yang tidak sempurna ini, dimana aspirasi intelektual dirintangi, maka tindakan seseorang yang terkucil, menarik diri dari pergaulan manusia, didalam Negara semacam ini untuk apolitik.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Hasimsyah. 2003, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mustofa. 2009, Filsafat Islam, bandung: pustaka setia.
Zar Sirojuddin. 2004, Filsafat Islam-filosof & filsafatnya, Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Ervani, Reza, ”Ibn Bajjah” dalam www.rezaervani.com/rezapedia /12-02-08/17
Minggu, 13 Maret 2011
A. Faktor Keluarga
Faktor keluarga yang dapat menyebabkan anak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti berikut.
1.Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.
2.Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap.
3.Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
4.Gagal memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.
5.Memberi hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
6.Kurang memonitor dimana anak-anak berada
7.Kurang memberikan aturan
8.Tingkat komunikasi verbal yang rendah
9.Gagal menjadi model
10.Ibu yang depresif yang mudah marah
B. Faktor Sekolah
Beberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain: 1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin sekolah.
1.Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial
2.Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak.
3.Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.
C. Faktor Budaya
Pengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut.
1.Mengajari anak dengan perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif.
2.Anda menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
3.Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial).
4.Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup.
Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Factor-faktor tersebut bsangat kompleks dan mempengaruhi.
D. Kesenjangan Generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (Gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak. permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang dapat muncul seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas, dll.
Faktor keluarga yang dapat menyebabkan anak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti berikut.
1.Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.
2.Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap.
3.Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
4.Gagal memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.
5.Memberi hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
6.Kurang memonitor dimana anak-anak berada
7.Kurang memberikan aturan
8.Tingkat komunikasi verbal yang rendah
9.Gagal menjadi model
10.Ibu yang depresif yang mudah marah
B. Faktor Sekolah
Beberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain: 1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin sekolah.
1.Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial
2.Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak.
3.Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.
C. Faktor Budaya
Pengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut.
1.Mengajari anak dengan perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif.
2.Anda menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
3.Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial).
4.Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup.
Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Factor-faktor tersebut bsangat kompleks dan mempengaruhi.
D. Kesenjangan Generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (Gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak. permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang dapat muncul seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas, dll.
Penyesuaian Diri,Personal dan Stres
PENGERTIAN PENYESUAIAN DIRI
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment.
Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manu
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
b. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.
PERTUMBUHAN PERSONAL
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Dengan adanya naluri yang dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat lingkungan di sekitarnya maka secara tidak langsung maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius.
Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimblkan reflexions.
STRES
Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang. Definisi stres dari stimulus terfokus pada kejadian di lingkungan seperti misalnya bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau berhenti dari kerja. Definisi ini menyangkut asumsi bahwa situasi demikian memang sangat menekan tapi tidak memperhatikan perbedaan individual dalam mengevaluasi kejadian. Sedangkan definisi stres dari respon mengacu pada keadaan stres, reaksi seseorang terhadap stres, atau berada dalam keadaan di bawah stres (Lazarus & Folkman, 1984).
Definisi stres dengan hanya melihat dari stimulus yang dialami seseorang, memiliki keterbatasan karena tidak memperhatikan adanya perbedaan individual yang mempengaruhi asumsi mengenai stresor. Sedangkan jika stres didefinisikan dari respon, maka tidak ada cara yang sistematis untuk mengenali mana yang akan jadi stresor dan mana yang tidak. Untuk mengenalinya, perlu dilihat terlebih dahulu reaksi yang terjadi. Selain itu, banyak respon dapat mengindikasikan stres psikologis yang padahal sebenarnya bukan merupakan stres psikologis. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa respon tidak dapat secara reliabel dinilai sebagai reaksi stres psikologis tanpa adanya referensi dari stimulus (Lazarus & Folkman, 1984).
Singkatnya, semua pendekatan stimulus-respon mengacu pada pertanyaan krusial mengenai stimulus yang menghasilkan respon stres tertentu dan respon yang mengindikasikan stresor tertentu. Yang mendefinisikan stres adalah hubungan stimulus-respon yang diobservasi, bukan stimulus atau respon. Stimulus merupakan suatu stresor bila stimulus tersebut menghasilkan respon yang penuh tekanan, dan respon dikatakan penuh tekanan bila respon tersebut dihasilkan oleh tuntutan, deraan, ancaman atau beban. Oleh karena itu, stres merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh individu dinilai membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam kesehatannya (Lazarus & Folkman, 1984).
Proses Pengalaman Stres
Stres merupakan persepsi yang dinilai seseorang dari sebuah situasi atau peristiwa. Sebuah situasi yang sama dapat dinilai positif, netral atau negatif oleh orang yang berbeda. Penilaian ini bersifat subjektif pada setiap orang. Oleh karena itu, seseorang dapat merasa lebih stres daripada yang lainnya walaupun mengalami kejadian yang sama. Selain itu, semakin banyak kejadian yang dinilai sebagai stresoroleh seseorang, maka semakin besar kemungkinan seseorang mengalami stres yang lebih berat.
Perbedaan tingkat perkembangan antara anak-anak dengan orang dewasa tidak membuat perbedaan besar dalam hal pembentukan persepsi manusia. Teori appraisal dari Lazarus sudah diaplikasikan dalam penelitian terhadap anak. Salah satu penelitian yang dimaksud adalah penelitian oleh Johnson dan Bradlyn (dalam Wolchik & Sandler, 1997), yang ditujukan untuk meneliti appraisal positif dan negatif terhadap suatu peristiwa serta seberapa besar pengaruh peristiwa tersebut terhadap seorang anak.
Menurut Lazarus (1991) dalam melakukan penilaian tersebut ada dua tahap yang harus dilalui, yaitu :
1. Primary appraisal
Primary appraisal merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif, netral, atau negatif oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari kemungkinan adanya harm, threat, atau challenge. Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Threat adalah penilaian mengenai kemungkinan buruk atau ancaman yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Challenge merupakan tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan mendapatkan keuntungan dari peristiwa yang terjadi (Lazarus dalam Taylor, 1991). Pentingnya primary appraisal digambarkan dalam suatu studi klasik mengenai stres oleh Speisman, Lazarus, Mordkoff, dan Davidson (dalam Taylor, 1991). Studi ini menunjukkan bahwa stres bergantung pada bagaimana seseorang menilai suatu peristiwa.
Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:
1.Goal relevance; yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang dimiliki seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan personalnya.
2.Goal congruence or incongruenc; yaitu penilaian yang mengacu pada apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan apakah hal tersebut menghalangi atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut menghalanginya, maka disebut sebagai goal incongruence, dan sebaliknya jika hal tersebut memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal congruence.
3.Type of ego involvement; yaitu penilaian yang mengacu pada berbagai macam aspek dari identitas ego atau komitmen seseorang.
4. Secondary appraisal
Secondary appraisal merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping, beserta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi.
Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:
1.Blame and credit: penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas situasi menekan yang terjadi atas diri individu.
2.Coping-potential: penilaian mengenai bagaimana individu dapat mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya.
3.Future expectancy: penilaian mengenai apakah untuk alasan tertentu individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau buruk.
Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara primary dan secondary appraisal. Ketika harm dan threat yang ada cukup besar, sedangkan kemampuan untuk melakukan coping tidak memadai, stres yang besar akan dirasakan oleh individu. Sebaliknya, ketika kemampuan coping besar, stres dapat diminimalkan.
Respon Stres
Taylor (1991) menyatakan, stres dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:
1.Respon fisiologis; dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.
2.Respon kognitif; dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
3.Respon emosi; dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.
4.Respon tingkah laku; dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang menekan.
COPING STRES
Proses Coping Stres
Stres yang muncul pada anak akan membuat anak melakukan suatu coping (Mu’tadin, 2002). Coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis, karena coping membutuhkan suatu usaha, yang mana hal tersebut akan menjadi perilaku otomatis lewat proses belajar. Coping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, coping yang efektif untuk dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman, 1984).
Menurut Lazarus & Folkman (1984), dalam melakukan coping, ada dua strategi yang dibedakan menjadi :
1. Problem-focused coping
Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.
2. Emotion-focused coping.
Emotion-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.
Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus & Folkman, 1984). Terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu (Taylor, 1991). Para peneliti menemukan bahwa penggunaan strategi emotion focused coping oleh anak-anak secara umum meningkat seiring bertambahnya usia mereka (Band & Weisz, Compas et al., dalam Wolchik & Sandler, 1997).
Suatu studi dilakukan oleh Folkman et al. (dalam Taylor, 1991) mengenai kemungkinan variasi dari kedua strategi terdahulu, yaitu problem-focused coping dan emotion focused coping. Hasil studi tersebut menunjukkan adanya delapan strategi coping yang muncul, yaitu :
Problem-focused coping
1.Confrontative coping; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.
2.Seeking social support; yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain.
3.Planful problem solving; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
Emotion focused coping
1.Self-control; usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan.
2.Distancing; usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon.
3.Positive reappraisal; usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.
4.Accepting responsibility; usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun strategi ini menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah tersebut.
5.Escape/avoidance; usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.
Coping Outcome
Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan, coping yang efektif adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya. Sesuai dengan pernyataan tersebut, Cohen dan Lazarus (dalam Taylor, 1991) mengemukakan, agar coping dilakukan dengan efektif, maka strategi coping perlu mengacu pada lima fungsi tugas coping yang dikenal dengan istilah coping task, yaitu :
1.Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya
2.Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif.
3.Mempertahankan gambaran diri yang positif.
4.Mempertahankan keseimbangan emosional.
5.Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.
Menurut Taylor (1991), efektivitas coping tergantung dari keberhasilan pemenuhan coping task. Individu tidak harus memenuhi semua coping task untuk dinyatakan berhasil melakukan coping dengan baik. Setelah coping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas tersebut, maka dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu. Coping outcome adalah kriteria hasil coping untuk menentukan keberhasilan coping. Coping outcome, yaitu :
1.Ukuran fungsi fisiologis, yaitu coping dinyatakan berhasil bila coping yang dilakukan dapat mengurangi indikator dan arousal stres seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.
2.Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia mengalami stres, dan seberapa cepat ia dapat kembali. Coping dinyatakan berhasil bila coping yang dilakukan dapat membawa individu kembali pada keadaan seperti sebelum individu mengalami stres.
3.Efektivitas dalam mengurangi psychological distress. Coping dinyatakan berhasil jika coping tersebut dapat mengurangi rasa cemas dan depresi pada individu
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksar
Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset
Azwar.S (1998) .Metode penelitian.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
RIEFA AMANDA PUTRI
10509254
2 PA 03
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment.
Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manu
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
b. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.
PERTUMBUHAN PERSONAL
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Dengan adanya naluri yang dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat lingkungan di sekitarnya maka secara tidak langsung maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius.
Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimblkan reflexions.
STRES
Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang. Definisi stres dari stimulus terfokus pada kejadian di lingkungan seperti misalnya bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau berhenti dari kerja. Definisi ini menyangkut asumsi bahwa situasi demikian memang sangat menekan tapi tidak memperhatikan perbedaan individual dalam mengevaluasi kejadian. Sedangkan definisi stres dari respon mengacu pada keadaan stres, reaksi seseorang terhadap stres, atau berada dalam keadaan di bawah stres (Lazarus & Folkman, 1984).
Definisi stres dengan hanya melihat dari stimulus yang dialami seseorang, memiliki keterbatasan karena tidak memperhatikan adanya perbedaan individual yang mempengaruhi asumsi mengenai stresor. Sedangkan jika stres didefinisikan dari respon, maka tidak ada cara yang sistematis untuk mengenali mana yang akan jadi stresor dan mana yang tidak. Untuk mengenalinya, perlu dilihat terlebih dahulu reaksi yang terjadi. Selain itu, banyak respon dapat mengindikasikan stres psikologis yang padahal sebenarnya bukan merupakan stres psikologis. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa respon tidak dapat secara reliabel dinilai sebagai reaksi stres psikologis tanpa adanya referensi dari stimulus (Lazarus & Folkman, 1984).
Singkatnya, semua pendekatan stimulus-respon mengacu pada pertanyaan krusial mengenai stimulus yang menghasilkan respon stres tertentu dan respon yang mengindikasikan stresor tertentu. Yang mendefinisikan stres adalah hubungan stimulus-respon yang diobservasi, bukan stimulus atau respon. Stimulus merupakan suatu stresor bila stimulus tersebut menghasilkan respon yang penuh tekanan, dan respon dikatakan penuh tekanan bila respon tersebut dihasilkan oleh tuntutan, deraan, ancaman atau beban. Oleh karena itu, stres merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh individu dinilai membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam kesehatannya (Lazarus & Folkman, 1984).
Proses Pengalaman Stres
Stres merupakan persepsi yang dinilai seseorang dari sebuah situasi atau peristiwa. Sebuah situasi yang sama dapat dinilai positif, netral atau negatif oleh orang yang berbeda. Penilaian ini bersifat subjektif pada setiap orang. Oleh karena itu, seseorang dapat merasa lebih stres daripada yang lainnya walaupun mengalami kejadian yang sama. Selain itu, semakin banyak kejadian yang dinilai sebagai stresoroleh seseorang, maka semakin besar kemungkinan seseorang mengalami stres yang lebih berat.
Perbedaan tingkat perkembangan antara anak-anak dengan orang dewasa tidak membuat perbedaan besar dalam hal pembentukan persepsi manusia. Teori appraisal dari Lazarus sudah diaplikasikan dalam penelitian terhadap anak. Salah satu penelitian yang dimaksud adalah penelitian oleh Johnson dan Bradlyn (dalam Wolchik & Sandler, 1997), yang ditujukan untuk meneliti appraisal positif dan negatif terhadap suatu peristiwa serta seberapa besar pengaruh peristiwa tersebut terhadap seorang anak.
Menurut Lazarus (1991) dalam melakukan penilaian tersebut ada dua tahap yang harus dilalui, yaitu :
1. Primary appraisal
Primary appraisal merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif, netral, atau negatif oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari kemungkinan adanya harm, threat, atau challenge. Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Threat adalah penilaian mengenai kemungkinan buruk atau ancaman yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Challenge merupakan tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan mendapatkan keuntungan dari peristiwa yang terjadi (Lazarus dalam Taylor, 1991). Pentingnya primary appraisal digambarkan dalam suatu studi klasik mengenai stres oleh Speisman, Lazarus, Mordkoff, dan Davidson (dalam Taylor, 1991). Studi ini menunjukkan bahwa stres bergantung pada bagaimana seseorang menilai suatu peristiwa.
Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:
1.Goal relevance; yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang dimiliki seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan personalnya.
2.Goal congruence or incongruenc; yaitu penilaian yang mengacu pada apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan apakah hal tersebut menghalangi atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut menghalanginya, maka disebut sebagai goal incongruence, dan sebaliknya jika hal tersebut memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal congruence.
3.Type of ego involvement; yaitu penilaian yang mengacu pada berbagai macam aspek dari identitas ego atau komitmen seseorang.
4. Secondary appraisal
Secondary appraisal merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping, beserta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi.
Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:
1.Blame and credit: penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas situasi menekan yang terjadi atas diri individu.
2.Coping-potential: penilaian mengenai bagaimana individu dapat mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya.
3.Future expectancy: penilaian mengenai apakah untuk alasan tertentu individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau buruk.
Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara primary dan secondary appraisal. Ketika harm dan threat yang ada cukup besar, sedangkan kemampuan untuk melakukan coping tidak memadai, stres yang besar akan dirasakan oleh individu. Sebaliknya, ketika kemampuan coping besar, stres dapat diminimalkan.
Respon Stres
Taylor (1991) menyatakan, stres dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:
1.Respon fisiologis; dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.
2.Respon kognitif; dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
3.Respon emosi; dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.
4.Respon tingkah laku; dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang menekan.
COPING STRES
Proses Coping Stres
Stres yang muncul pada anak akan membuat anak melakukan suatu coping (Mu’tadin, 2002). Coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis, karena coping membutuhkan suatu usaha, yang mana hal tersebut akan menjadi perilaku otomatis lewat proses belajar. Coping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, coping yang efektif untuk dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman, 1984).
Menurut Lazarus & Folkman (1984), dalam melakukan coping, ada dua strategi yang dibedakan menjadi :
1. Problem-focused coping
Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.
2. Emotion-focused coping.
Emotion-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.
Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus & Folkman, 1984). Terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu (Taylor, 1991). Para peneliti menemukan bahwa penggunaan strategi emotion focused coping oleh anak-anak secara umum meningkat seiring bertambahnya usia mereka (Band & Weisz, Compas et al., dalam Wolchik & Sandler, 1997).
Suatu studi dilakukan oleh Folkman et al. (dalam Taylor, 1991) mengenai kemungkinan variasi dari kedua strategi terdahulu, yaitu problem-focused coping dan emotion focused coping. Hasil studi tersebut menunjukkan adanya delapan strategi coping yang muncul, yaitu :
Problem-focused coping
1.Confrontative coping; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.
2.Seeking social support; yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain.
3.Planful problem solving; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
Emotion focused coping
1.Self-control; usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan.
2.Distancing; usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon.
3.Positive reappraisal; usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.
4.Accepting responsibility; usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun strategi ini menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah tersebut.
5.Escape/avoidance; usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.
Coping Outcome
Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan, coping yang efektif adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya. Sesuai dengan pernyataan tersebut, Cohen dan Lazarus (dalam Taylor, 1991) mengemukakan, agar coping dilakukan dengan efektif, maka strategi coping perlu mengacu pada lima fungsi tugas coping yang dikenal dengan istilah coping task, yaitu :
1.Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya
2.Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif.
3.Mempertahankan gambaran diri yang positif.
4.Mempertahankan keseimbangan emosional.
5.Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.
Menurut Taylor (1991), efektivitas coping tergantung dari keberhasilan pemenuhan coping task. Individu tidak harus memenuhi semua coping task untuk dinyatakan berhasil melakukan coping dengan baik. Setelah coping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas tersebut, maka dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu. Coping outcome adalah kriteria hasil coping untuk menentukan keberhasilan coping. Coping outcome, yaitu :
1.Ukuran fungsi fisiologis, yaitu coping dinyatakan berhasil bila coping yang dilakukan dapat mengurangi indikator dan arousal stres seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.
2.Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia mengalami stres, dan seberapa cepat ia dapat kembali. Coping dinyatakan berhasil bila coping yang dilakukan dapat membawa individu kembali pada keadaan seperti sebelum individu mengalami stres.
3.Efektivitas dalam mengurangi psychological distress. Coping dinyatakan berhasil jika coping tersebut dapat mengurangi rasa cemas dan depresi pada individu
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksar
Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset
Azwar.S (1998) .Metode penelitian.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
RIEFA AMANDA PUTRI
10509254
2 PA 03
Sabtu, 05 Maret 2011
KEPRIBADIAN SEHAT MENURUT ROGER , MASLOW , DAN FROMM
Menurut Rogers kepribadian sehat adalah orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak – kanak seperti yang diajukan oleh aliran freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya
Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self terbentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya.
Peranan Positif Regards dalam kepribadian individu.
Sebagai bagian dari self concept, anak itu juga menggambarkan dia akan menjadi siapa atau mungkin ingin menjadi siapa. Gambaran-gambaran itu dibentuk sebagai suatu akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan orang lain.
Cara-cara khusus bagaimana diri itu berkembang dan apakah dia akan menjadi sehat atau tidak tergantung pada cinta yang diterima anak itu dalam masa kecil. Pada waktu diri itu berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini ”penghargaan positif” (positive regard).
Posotive regard, adalah suatu kebutuhan yang memaksa dan merembes dimiliki semua manusia. Setiap anak terdorong untuk mencari posive regard. Akan tetapi tidak setiap anak akan menemukan kepuasan yang cukup akan kebutuhan ini. Anak puas kalau dia menerima casi sayang, cinta, dan persetujuan dari orang lain, tetapi dia kecewa kalau dia menerima celan dan kurang mendapat cinta dan casi sayang. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Lima ciri orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
• Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
• Kehidupan Eksistensial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
• Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
• Perasaan Bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan -paksaan atau rintangan -rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
• Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri -ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.
Menurut Maslow kepribadian sehat adalah
Maslow meneliti kepribadian 46 orang, baik yang telah meninggal maupun yang masih hidup. Di antara subjek penelitiannya adalah Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Albert Einstein, Eleanor Roosevelt, Goethe. Dari kalangan psikologi, yang diteliti Max Wertheimer dan Ruth Benedict.
Untuk mereka yang masih hidup, pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, asosiasi bebas, dan tes proyektif. Untuk yang sudah meninggal, Maslow menggunakan teknik analisis biografi dan otobiografi.
Sebagai hasilnya, Maslow menyimpulkan bahwa semua manusia dilahirkan dengan kebutuhan instingtif yang mendorong untuk bertumbuh dan berkembang, untuk mengaktualisasi diri, mengembangkan potensi yang ada sejauh mungkin. Potensi untuk pertumbuhan dan kesehatan psikologis itu diaktualisasi (diwujudkan) atau tidak, tergantung pada kekuatan individual dan sosial yang memajukan atau menghambat.
Hierarki Kebutuhan
Konsep hierarki kebutuhan Maslow mengasumsikan bahwa tingkat kebutuhan yang lebih rendah dipuaskan atau relatif terpuaskan sebelum kebutuhan lebih tinggi menjadi motivator. Jadi, kebutuhan lebih rendah merupakan prepotensi bagi kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, sehingga harus dipuaskan terlebih dahulu.
Orang yang termotivasi oleh kebutuhan harga diri atau aktualisasi diri pasti telah terpuaskan kebutuhannya akan makanan, rasa aman, dan kasih sayang.
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini meliputi makanan, air, oksigen, suhu tubuh teratur, dan sebagainya. Yang sangat penting untuk kelangsungan hidup, sehingga paling kuat di antara kebutuhan lainnya. Inilah satu-satunya kebutuhan yang dapat dipuaskan sedemikian rupa, sehingga seseorang dapat sangat puas, meski kebutuhan ini muncul berulang-ulang secara ajek.
Mereka yang kelaparan, sangat sedikit peluangnya mendapatkan makanan (karena miskin atau dalam keadaan tidak makan berhari-hari) akan didominasi kebutuhan ini dan tidak sempat memikirkan kebutuhan lainnya. Pada orang berkecukupan, yang mereka pikirkan bukan sekadar adanya makan, melainkan soal selera. Bila yang kesulitan mendapatkan makanan bertanya, “Hari ini bisa makan atau tidak”, yang berkecukupan, “Mau makan apa sekarang?”
2. Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan ini meliputi keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, bebas dari ancaman (sakit, ketakutan, kecemasan, bahaya, dan keadaan chaos). Selain itu juga kebutuhan akan hukum, keteraturan, dan struktur. Berbeda dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan ini tidak dapat terlalu dipuaskan: tidak ada orang merasa sangat aman.
Dalam situasi ketidakpastian, misalnya dalam situasi chaos saat kondisi politik memanas, saat ada isu tsunami, dsb, kita berusaha sebanyak mungkin memiliki jaminan, perlindungan, dan ketertiban. Pada anak-anak, kebutuhan rasa aman ini sangat tinggi karena mereka dapat merasa terancam oleh berbagai situasi lingkungan: ruang gelap, binatang, hukuman dari orangtua dan guru, dsb.
Orang dewasa yang neurotik juga relatif tinggi kebutuhannya akan rasa aman. Hal ini disebabkan ketakutan irasional yang dialaminya akibat rasa tidak aman yang dibawa sejak masa kecil. Ia sering mengalami perasaan dan bertindak seperti ketika ia mendapatkan situasi mengancam ketika masa kecil. Mereka menguras energi lebih banyak daripada orang lain yang berkepribadian sehat untuk melindungi dirinya. Hal ini dapat muncul dalam berbagai gejala.
Mereka yang sering terancam hukuman orangtua di masa kecil, lebih sering berusaha mencari rasa aman dengan berbohong, melakukan segala sesuatu dengan keteraturan yang berlebihan untuk menghindari celaan. Mereka yang saat kecil merasa terhina karena kemiskinan, terpacu berlebihan untuk mengumpulkan uang atau properti sebanyak-banyaknya. Bila usahanya kurang berhasil, mereka menderita kecemasan neurotik yang oleh Maslow disebut basic anxiety.
Pada orang berkepribadian sehat, yang berhasil mengatasi kecemasan masa kecil, kebutuhan rasa aman akan menguat dalam situasi khusus, seperti ketika terjadi bencana, sakit, perang, dsb. Dalam situasi yang mengancam seperti itu kebutuhan lain yang tingkatnya lebih tinggi kurang dirasakan
3. Kebutuhan Akan Cinta dan Rasa Memiliki
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan persahabatan, memiliki pasangan dan anak, keanggotaan dalam keluarga, keanggotaan dalam kelompok tertentu, bertetangga, kewarganegaraan, dsb. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan akan aspek-aspek seksual dan kontak manusiawi sebagai wujud kebutuhan untuk saling memberi dan menerima cinta.
Mereka yang tidak pernah merasakan cinta, yang tak pernah mendapat ciuman atau pelukan, dalam jangka panjang tidak akan dapat mengekspresikan cinta. Mereka cenderung mendevaluasi cinta, menganggapnya tidak penting.
Mereka yang hanya sedikit mendapatkan cinta, dapat menjadi sangat sensitif terhadap penolakan dari orang lain. Mereka memiliki kebutuhan afeksi yang tinggi: berusaha mengejar cinta dan rasa memiliki melalui berbagai cara.
Di sisi lain, mereka yang terpuaskan kebutuhan cintanya menjadi lebih percaya diri. Bila mengalami penolakan oleh seseorang, ia tidak menjadi panik, yakin bahwa ia mendapatkannya dari orang yang penting bagi dirinya.
4. Kebutuhan Akan Penghargaan
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan penghargaan terhadap diri, keyakinan, kompetensi, dan pengetahuan bahwa orang lain mendukung dengan penghargaan yang tinggi. Menurut Maslow, kebutuhan akan penghargaan ini terdiri dari dua tingkatan: reputasi dan harga diri (self-esteem).
Reputasi adalah persepsi mengenai gengsi (prestige) atau pengakuan dari orang lain, sedangkan harga diri adalah perasaan seseorang bahwa dirinya berharga. Harga diri memiliki dasar yang berbeda dari gengsi; merefleksikan kebutuhan akan kekuatan untuk berprestasi, adekuat, penguasaan dan kompetensi bidang tertentu, yakin dalam menghadapi dunia sekelilingnya, serta kemandirian dan kebebasan. Dengan kata lain, harga diri bersandar pada kompetensi nyata, bukan sekadar pandangan orang lain.
Ada sebuah canda sehubungan dengan kebutuhan sampai tahap ini: manusia dibedakan dengan monyet dalam kebutuhan penghargaan ini. Monyet memiliki kebutuhan sama dengan manusia hingga tingkat tiga setengah, yakni kebutuhan akan gengsi. Namun, monyet tidak mungkin memiliki kebutuhan di atas level tiga setengah (kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri). Jadi, bila dalam kondisi normal seseorang masih dikejar oleh kebutuhan akan gengsi atau kebutuhan lain di bawahnya, ia tidak berbeda dengan monyet.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini mencakup pemenuhan diri (self-fulfillment), realisasi seluruh potensi, dan kebutuhan untuk menjadi kreatif. Mereka yang telah mencapai level aktualisasi diri menjadi lebih manusiawi, lebih asli dalam mengekspresikan diri, tidak terpengaruh oleh budaya.
Menurut Fromm kepribadian sehat adalah Tema dasar dari dasar semua tulisan Fromm adalah individu yang merasa kesepian dan terisolir karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua spesies binatang, itu adalah situasi khas manusia. Dalam bukunya Escape from Freedom (1941), ia mengembangkan tesis bahwa manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, maka mereka juga makin merasa kesepian (being lonely).
Jadi, kebebasan menjadi keadaan yang negatif dari mana manusia melarikan diri. Dan jawaban dari kebebasan yang pertama adalah semangat cinta dan kerjasama yang menghasilkan manusia yang mengembangkan masyarakat yang lebih baik, yang kedua adalah manusia merasa aman dengan tunduk pada penguasa yang kemudian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Fromm membagi sistem struktur masyarakat menjadi tiga bagian berdasar karakter sosialnya:
1. Sistem A, yaitu masyarakat-masyarakat pecinta kehidupan. Karakter sosial masyarakat ini penuh cita-cita, menjaga kelangsungan dan perkembangan kehidupan dalam segala bentuknya. Dalam sistem masyarakat seperti ini, kedestruktifan dan kekejaman sangat jarang terjadi, tidak didapati hukuman fisik yang merusak. Upaya kerja sama dalam struktur sosial masyarakat seperti ini banyak dijumpai.
2. Sistem B, yaitu masyarakat non-destruktif-agresif. Masyarakat ini memiliki unsur dasar tidak destruktif, meski bukan hal yang utama, masyarakat ini memandang keagresifam dan kedestruktifan adalah hal biasa. Persaingan, hierarki merupakan hal yang lazim ditemui. Masyarakat ini tidak memiliki kelemah-lembutan, dan saling percaya.
3. Sistem C, yaitu masyarakat destruktif. Karakter sosialnya adalah destruktif, agresif, kebrutalan, dendam, pengkhianatan dan penuh dengan permusuhan. Biasanya pada masyarakat seperti ini sangat sering terhadi persaingan, mengutamakan kekayaan, yang jika bukan dalam bentuk materi berupa mengunggulkan simbol.
Fromm juga menyebutkan dan menjelaskan lima tipe karakter sosial yang ditemukan dalam masyarakat dewasa ini, yakni:
1. Tipe Reseptif (mengharapkan dukungan dari pihak luar)
2. Tipe Eksploitasi (memaksa orang lain untuk mengikuti keinginannya)
3. Tipe Penimbunan (suka mengumpulkan dan menimbun barang suatu materi)
4. Tipe Pemasaran (suka menawarkan dan menjual barang)
5. Tipe Produktif (karakter yang kreatif dan selalu berusaha untuk menggunakan barang-barang untuk suatu kemajuan)
6. Tipe Nekrofilus-biofilus (nekrofilus orang yang tertarik dengan kematian, biofilus:orang yang mencintai kehidupan)
Fromm juga memngemukakan bahwa bila masyarakat berubah secara mendasar, sebagaimana terjadi ketika feodalisme berubah menjadi kapitalisme atau ketika sistem pabrik menggeser tenaga tukang, perubahan semacam itu akan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam karakter sosial manusia. Persoalan hubungan seseorang dengan masyarakat merupakan keprihatinan besar Fromm. Menurut Fromm ada validitas proposisi-proposisi berikut:
1) Manusia mempunyai kodrat esensial bawaan,
2) Masyarakat diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kodrat esensial ini,
3) Tidak satu pun bentuk masyarakat yang pernah diciptakan berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar eksistensi manusia, dan
4) Eksistensi manusia adalah mungkin menciptakan masyarakat semacam itu.
Kemudian Fromm mengemukakan tentang masyarakat yang seharusnya yaitu dimana manusia berhubungan satu sama lain dengan penuh cinta, dimana ia berakar dalam ikatan-ikatan persaudaraan dan solidaritas, suatu masyarakat yang memberinya kemungkinan untuk mengatasi kodratnya dengan menciptakannya bukan dengan membinasakannya, dimana setiap orang mencapai pengertian tentang diri dengan mengalami dirinya sebagai subjek dari kemampuan-kemampuannya bukan dengan konformitas, dimana terdapat suatu sistem orientasi dan devosi tanpa orang perlu mengubah kenyataan dan memuja berhala. Bahkan Fromm mebgusulkan suatu nama untuk masyarakat yang sempurna tersebut yaitu Sosialisme Komunitarian Humanistik. Dalam masyarakat semacam itu, setiap orang akan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi mansiawi sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat.Yogyakarta: Kanisius.
Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Kanisius
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja Grafindo
RIEFA AMANDA PUTRI
10509254
Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self terbentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya.
Peranan Positif Regards dalam kepribadian individu.
Sebagai bagian dari self concept, anak itu juga menggambarkan dia akan menjadi siapa atau mungkin ingin menjadi siapa. Gambaran-gambaran itu dibentuk sebagai suatu akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan orang lain.
Cara-cara khusus bagaimana diri itu berkembang dan apakah dia akan menjadi sehat atau tidak tergantung pada cinta yang diterima anak itu dalam masa kecil. Pada waktu diri itu berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini ”penghargaan positif” (positive regard).
Posotive regard, adalah suatu kebutuhan yang memaksa dan merembes dimiliki semua manusia. Setiap anak terdorong untuk mencari posive regard. Akan tetapi tidak setiap anak akan menemukan kepuasan yang cukup akan kebutuhan ini. Anak puas kalau dia menerima casi sayang, cinta, dan persetujuan dari orang lain, tetapi dia kecewa kalau dia menerima celan dan kurang mendapat cinta dan casi sayang. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Lima ciri orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
• Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
• Kehidupan Eksistensial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
• Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
• Perasaan Bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan -paksaan atau rintangan -rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
• Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri -ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.
Menurut Maslow kepribadian sehat adalah
Maslow meneliti kepribadian 46 orang, baik yang telah meninggal maupun yang masih hidup. Di antara subjek penelitiannya adalah Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Albert Einstein, Eleanor Roosevelt, Goethe. Dari kalangan psikologi, yang diteliti Max Wertheimer dan Ruth Benedict.
Untuk mereka yang masih hidup, pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, asosiasi bebas, dan tes proyektif. Untuk yang sudah meninggal, Maslow menggunakan teknik analisis biografi dan otobiografi.
Sebagai hasilnya, Maslow menyimpulkan bahwa semua manusia dilahirkan dengan kebutuhan instingtif yang mendorong untuk bertumbuh dan berkembang, untuk mengaktualisasi diri, mengembangkan potensi yang ada sejauh mungkin. Potensi untuk pertumbuhan dan kesehatan psikologis itu diaktualisasi (diwujudkan) atau tidak, tergantung pada kekuatan individual dan sosial yang memajukan atau menghambat.
Hierarki Kebutuhan
Konsep hierarki kebutuhan Maslow mengasumsikan bahwa tingkat kebutuhan yang lebih rendah dipuaskan atau relatif terpuaskan sebelum kebutuhan lebih tinggi menjadi motivator. Jadi, kebutuhan lebih rendah merupakan prepotensi bagi kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, sehingga harus dipuaskan terlebih dahulu.
Orang yang termotivasi oleh kebutuhan harga diri atau aktualisasi diri pasti telah terpuaskan kebutuhannya akan makanan, rasa aman, dan kasih sayang.
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini meliputi makanan, air, oksigen, suhu tubuh teratur, dan sebagainya. Yang sangat penting untuk kelangsungan hidup, sehingga paling kuat di antara kebutuhan lainnya. Inilah satu-satunya kebutuhan yang dapat dipuaskan sedemikian rupa, sehingga seseorang dapat sangat puas, meski kebutuhan ini muncul berulang-ulang secara ajek.
Mereka yang kelaparan, sangat sedikit peluangnya mendapatkan makanan (karena miskin atau dalam keadaan tidak makan berhari-hari) akan didominasi kebutuhan ini dan tidak sempat memikirkan kebutuhan lainnya. Pada orang berkecukupan, yang mereka pikirkan bukan sekadar adanya makan, melainkan soal selera. Bila yang kesulitan mendapatkan makanan bertanya, “Hari ini bisa makan atau tidak”, yang berkecukupan, “Mau makan apa sekarang?”
2. Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan ini meliputi keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, bebas dari ancaman (sakit, ketakutan, kecemasan, bahaya, dan keadaan chaos). Selain itu juga kebutuhan akan hukum, keteraturan, dan struktur. Berbeda dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan ini tidak dapat terlalu dipuaskan: tidak ada orang merasa sangat aman.
Dalam situasi ketidakpastian, misalnya dalam situasi chaos saat kondisi politik memanas, saat ada isu tsunami, dsb, kita berusaha sebanyak mungkin memiliki jaminan, perlindungan, dan ketertiban. Pada anak-anak, kebutuhan rasa aman ini sangat tinggi karena mereka dapat merasa terancam oleh berbagai situasi lingkungan: ruang gelap, binatang, hukuman dari orangtua dan guru, dsb.
Orang dewasa yang neurotik juga relatif tinggi kebutuhannya akan rasa aman. Hal ini disebabkan ketakutan irasional yang dialaminya akibat rasa tidak aman yang dibawa sejak masa kecil. Ia sering mengalami perasaan dan bertindak seperti ketika ia mendapatkan situasi mengancam ketika masa kecil. Mereka menguras energi lebih banyak daripada orang lain yang berkepribadian sehat untuk melindungi dirinya. Hal ini dapat muncul dalam berbagai gejala.
Mereka yang sering terancam hukuman orangtua di masa kecil, lebih sering berusaha mencari rasa aman dengan berbohong, melakukan segala sesuatu dengan keteraturan yang berlebihan untuk menghindari celaan. Mereka yang saat kecil merasa terhina karena kemiskinan, terpacu berlebihan untuk mengumpulkan uang atau properti sebanyak-banyaknya. Bila usahanya kurang berhasil, mereka menderita kecemasan neurotik yang oleh Maslow disebut basic anxiety.
Pada orang berkepribadian sehat, yang berhasil mengatasi kecemasan masa kecil, kebutuhan rasa aman akan menguat dalam situasi khusus, seperti ketika terjadi bencana, sakit, perang, dsb. Dalam situasi yang mengancam seperti itu kebutuhan lain yang tingkatnya lebih tinggi kurang dirasakan
3. Kebutuhan Akan Cinta dan Rasa Memiliki
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan persahabatan, memiliki pasangan dan anak, keanggotaan dalam keluarga, keanggotaan dalam kelompok tertentu, bertetangga, kewarganegaraan, dsb. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan akan aspek-aspek seksual dan kontak manusiawi sebagai wujud kebutuhan untuk saling memberi dan menerima cinta.
Mereka yang tidak pernah merasakan cinta, yang tak pernah mendapat ciuman atau pelukan, dalam jangka panjang tidak akan dapat mengekspresikan cinta. Mereka cenderung mendevaluasi cinta, menganggapnya tidak penting.
Mereka yang hanya sedikit mendapatkan cinta, dapat menjadi sangat sensitif terhadap penolakan dari orang lain. Mereka memiliki kebutuhan afeksi yang tinggi: berusaha mengejar cinta dan rasa memiliki melalui berbagai cara.
Di sisi lain, mereka yang terpuaskan kebutuhan cintanya menjadi lebih percaya diri. Bila mengalami penolakan oleh seseorang, ia tidak menjadi panik, yakin bahwa ia mendapatkannya dari orang yang penting bagi dirinya.
4. Kebutuhan Akan Penghargaan
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan penghargaan terhadap diri, keyakinan, kompetensi, dan pengetahuan bahwa orang lain mendukung dengan penghargaan yang tinggi. Menurut Maslow, kebutuhan akan penghargaan ini terdiri dari dua tingkatan: reputasi dan harga diri (self-esteem).
Reputasi adalah persepsi mengenai gengsi (prestige) atau pengakuan dari orang lain, sedangkan harga diri adalah perasaan seseorang bahwa dirinya berharga. Harga diri memiliki dasar yang berbeda dari gengsi; merefleksikan kebutuhan akan kekuatan untuk berprestasi, adekuat, penguasaan dan kompetensi bidang tertentu, yakin dalam menghadapi dunia sekelilingnya, serta kemandirian dan kebebasan. Dengan kata lain, harga diri bersandar pada kompetensi nyata, bukan sekadar pandangan orang lain.
Ada sebuah canda sehubungan dengan kebutuhan sampai tahap ini: manusia dibedakan dengan monyet dalam kebutuhan penghargaan ini. Monyet memiliki kebutuhan sama dengan manusia hingga tingkat tiga setengah, yakni kebutuhan akan gengsi. Namun, monyet tidak mungkin memiliki kebutuhan di atas level tiga setengah (kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri). Jadi, bila dalam kondisi normal seseorang masih dikejar oleh kebutuhan akan gengsi atau kebutuhan lain di bawahnya, ia tidak berbeda dengan monyet.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini mencakup pemenuhan diri (self-fulfillment), realisasi seluruh potensi, dan kebutuhan untuk menjadi kreatif. Mereka yang telah mencapai level aktualisasi diri menjadi lebih manusiawi, lebih asli dalam mengekspresikan diri, tidak terpengaruh oleh budaya.
Menurut Fromm kepribadian sehat adalah Tema dasar dari dasar semua tulisan Fromm adalah individu yang merasa kesepian dan terisolir karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua spesies binatang, itu adalah situasi khas manusia. Dalam bukunya Escape from Freedom (1941), ia mengembangkan tesis bahwa manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, maka mereka juga makin merasa kesepian (being lonely).
Jadi, kebebasan menjadi keadaan yang negatif dari mana manusia melarikan diri. Dan jawaban dari kebebasan yang pertama adalah semangat cinta dan kerjasama yang menghasilkan manusia yang mengembangkan masyarakat yang lebih baik, yang kedua adalah manusia merasa aman dengan tunduk pada penguasa yang kemudian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Fromm membagi sistem struktur masyarakat menjadi tiga bagian berdasar karakter sosialnya:
1. Sistem A, yaitu masyarakat-masyarakat pecinta kehidupan. Karakter sosial masyarakat ini penuh cita-cita, menjaga kelangsungan dan perkembangan kehidupan dalam segala bentuknya. Dalam sistem masyarakat seperti ini, kedestruktifan dan kekejaman sangat jarang terjadi, tidak didapati hukuman fisik yang merusak. Upaya kerja sama dalam struktur sosial masyarakat seperti ini banyak dijumpai.
2. Sistem B, yaitu masyarakat non-destruktif-agresif. Masyarakat ini memiliki unsur dasar tidak destruktif, meski bukan hal yang utama, masyarakat ini memandang keagresifam dan kedestruktifan adalah hal biasa. Persaingan, hierarki merupakan hal yang lazim ditemui. Masyarakat ini tidak memiliki kelemah-lembutan, dan saling percaya.
3. Sistem C, yaitu masyarakat destruktif. Karakter sosialnya adalah destruktif, agresif, kebrutalan, dendam, pengkhianatan dan penuh dengan permusuhan. Biasanya pada masyarakat seperti ini sangat sering terhadi persaingan, mengutamakan kekayaan, yang jika bukan dalam bentuk materi berupa mengunggulkan simbol.
Fromm juga menyebutkan dan menjelaskan lima tipe karakter sosial yang ditemukan dalam masyarakat dewasa ini, yakni:
1. Tipe Reseptif (mengharapkan dukungan dari pihak luar)
2. Tipe Eksploitasi (memaksa orang lain untuk mengikuti keinginannya)
3. Tipe Penimbunan (suka mengumpulkan dan menimbun barang suatu materi)
4. Tipe Pemasaran (suka menawarkan dan menjual barang)
5. Tipe Produktif (karakter yang kreatif dan selalu berusaha untuk menggunakan barang-barang untuk suatu kemajuan)
6. Tipe Nekrofilus-biofilus (nekrofilus orang yang tertarik dengan kematian, biofilus:orang yang mencintai kehidupan)
Fromm juga memngemukakan bahwa bila masyarakat berubah secara mendasar, sebagaimana terjadi ketika feodalisme berubah menjadi kapitalisme atau ketika sistem pabrik menggeser tenaga tukang, perubahan semacam itu akan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam karakter sosial manusia. Persoalan hubungan seseorang dengan masyarakat merupakan keprihatinan besar Fromm. Menurut Fromm ada validitas proposisi-proposisi berikut:
1) Manusia mempunyai kodrat esensial bawaan,
2) Masyarakat diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kodrat esensial ini,
3) Tidak satu pun bentuk masyarakat yang pernah diciptakan berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar eksistensi manusia, dan
4) Eksistensi manusia adalah mungkin menciptakan masyarakat semacam itu.
Kemudian Fromm mengemukakan tentang masyarakat yang seharusnya yaitu dimana manusia berhubungan satu sama lain dengan penuh cinta, dimana ia berakar dalam ikatan-ikatan persaudaraan dan solidaritas, suatu masyarakat yang memberinya kemungkinan untuk mengatasi kodratnya dengan menciptakannya bukan dengan membinasakannya, dimana setiap orang mencapai pengertian tentang diri dengan mengalami dirinya sebagai subjek dari kemampuan-kemampuannya bukan dengan konformitas, dimana terdapat suatu sistem orientasi dan devosi tanpa orang perlu mengubah kenyataan dan memuja berhala. Bahkan Fromm mebgusulkan suatu nama untuk masyarakat yang sempurna tersebut yaitu Sosialisme Komunitarian Humanistik. Dalam masyarakat semacam itu, setiap orang akan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi mansiawi sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat.Yogyakarta: Kanisius.
Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Kanisius
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja Grafindo
RIEFA AMANDA PUTRI
10509254
Selasa, 01 Maret 2011
KESEHATAN MENTAL PADA PHOBIA
KESEHATAN MENTAL PADA PHOBIA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada beberapa orang tertentu pasti ada yang memiliki phobia. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa definisi dari phobia itu sendiri adalah adalah rasa ketakutan yang kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu. Bedanya sama rasa takut biasa adalah, hal yang ditakuti sebenarnya tidak menyeramkan untuk sebagain besar orang. Pada kesempatan kali ini, penulis akan sedikit membahas mengenai jenis-jenis phobia dan objek-objek yang ditakuti .
ISI
Pengertian Phobia
Phobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Phobia didefinisikan oleh psikopatolog sebagai penolakan yang mengganggu atau kecemasan yang luar biasa yang diperantarai oleh rasa takut secara terus menerus dan irasional, terhadap bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar (yang bagi orang lain dipandang tidak berbahaya). Penderita biasanya menghindari keadaan-keadaan yang bisa memicu terjadinya kecemasan atau menjalaninya dengan penuh tekanan. penderita menyadari bahwa kecemasan yang timbul adalah berlebihan dan karena itu mereka sadar bahwa mereka memiliki masalah. Rasa takut yang dialami oleh penderita fobia akan hilang secara otomatis dengan cara menghindari objek yang ditakutinya.
Beberapa istilah sehubungan dengan fobia :
§ afrophobia — ketakutan akan orang Afrika atau budaya Afrika.
§ agoraphobia – takut pada lapangan
§ antlophobia — takut akan banjir.
§ bibliophobia – takut pada buku
§ caucasophobia — ketakutan akan orang dari ras kaukasus.
§ cenophobia — takut akan ruangan yang kosong.
§ claustrophobia – takut akan naik lift.
§ dendrophobia – takut pada pohon
§ ecclesiophobia – takut pada gereja
§ felinophobia – takut akan kucing
§ genuphobia – takut akan lutut
§ hydrophobia — ketakutan akan air.
§ hyperphobia – takut akan ketinggian
§ iatrophobia – takut akan dokter
§ japanophobia – ketakutan akan orang jepang
§ lygopobia – ketakutan akan kegelapan
§ necrophobia – takut akan kematian
§ panophobia – takut akan segalanya
§ photophobia — ketakutan akan cahaya.
§ ranidaphobia – takut pada katak
§ schlionophobia – takut pada sekolah
§ uranophobia – ketakutan akan surga
§ venustraphobia – takut pada perempuan yang cantik
§ xanthophobia – ketakutan pada warna kuning
§ arachnophobia – ketakutan pada laba-laba
§ lachanophobia – ketakutan pada sayur-sayuran
Secara umum phobia dibagi dua yaitu phobia spesifik dan phobia sosial.
Phobia Spesifik
Phobia spesifik adalah suatu ketakutan yang tidak beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. Ada lima jenis phobia spesifik berdasarkan sumber ketakutannya, yaitu
(1) phobia terhadap binatang tertentu (kucing, anjing, ular),
(2) phobia terhadap keadaan alam (debu, ketinggian, hujan, petir),
(3) phobia terhadap situasi tertentu (berada di dalam elevator, pesawat),
(4) phobia terhadap darah, luka dan suntikan,
(5) phobia terhadap hal lain (kematian, penyakit, tercekik).
Phobia spesifik juga dipengaruhi oleh budaya seperti pa-leng (ketakutan terhadap dingin dan kehilangan panas tubuh) di Cina dan taijin kyoshu-fo (ketakutan akan mempermalukan seseorang) di Jepang.
Phobia sosial
Individu dengan phobia sosial mengalami ketakutan yang menetap dan tidak rasional yang biasanya berhubungan dengan keberadaan orang lain. Individu dengan phobia ini memiliki ketakutan bahwa mereka diperhatikan oleh orang lain dan mereka akan melakukan hal yang memalukan. Akibatnya, mereka akan menghindari situasi-situasi yang menurut mereka potensial untuk terjadinya hal-hal tersebut atau menghadapinya dengan penuh tekanan.
keadaan-keadaan yang sering memicu terjadi kecemasan pada penderita fobia sosial adalah:
• berbicara atau tampil di depan umum
• makan di depan orang lain.
• Menandatangani dokumen sebelum bersaksi.
• Menggunakan kamar mandi umum.
• Penderita merasa penampilan atau aksi mereka tidak tepat.
Gejala-gejala Fobia
Bila seseorang yang menderita phobia melihat atau bertemu atau berada pada situasi yang membuatnya takut (phobia), gejalanya adalah sebagai berikut:
*Jantung berdebar kencang
* Kesulitan mengatur napas
* Dada terasa sakit
* Wajah memerah dan berkeringat
* Merasa sakit
* Gemetar
* Pusing
* Mulut terasa kering
* Merasa perlu pergi ke toilet
* Merasa lemas dan akhirnya pingsan
Ada 10 jenis objek yang paling sering ditakuti oleh manusia di muka bumi ini. Berikut adalah bahasannya:
1. Takut ular
Ini merupakan jenis phobia yang paling sering dijumpai. Ketakutan secara berlebihan pada ular dikaitkan pada kemampuan nenek moyang kita bertahan di alam liar. Ular sejak dulu dianggap hewan berbisa, menjijikkan, dari masa ke masa. Bahkan juga diidentikkan dengan setan oleh keyakinan tertentu. Ternyata phobia akan ular ini bersifat evolusioner, diturunkan oleh nenek moyang manusia sejak zaman dulu sampai sekarag.
2. Takut laba-laba
Ditemukan bahwa kaum perempuan empat kali lipat lebih banyak jumlahnya yang takut atau jijik pada laba-laba daripada kaum lelaki.
3. Takut ruangan tertutup
Dikenal juga dengan nama agoraphobia, ketakutan ini diderita oleh 1,8 juta orang Amerika berusia dewasa, demikian menurut laporan National Institute of Mental Health pada tahun 2008. Tempat tertutup yang dianggap sulit untuk mereka melarikan diri atau keluar merupakan obyek yang paling ditakuti. Biasanya mereka takut pada elevator/lift, ruang olah raga tertutup, jembatan, kendaraan transportasi umum, mobil, mall, bahkan juga pesawat. Penderita biasanya malas bepergian atau berada di dalam mobil terlalu lama.
4. Takut pada orang lain
Pernah bertemu orang yang mukanya memerah saat bicara di depan orang banyak? Berkeringat, susah bicara atau gagap atau bahkan sampai sakit perut? Itulah ciri-ciri orang yang takut pada orang lain atau dikenal dengan nama sosialphobia. Sebanyak 15 juta orang Amerika dewasa menderitanya, demikian menurut National Institute of Mental Health. Yang parah, kadang bukan saat melakukan pembicaraan di depan umum saja. Penderita sosialphobia juga kerap kesulitan makan atau minum di depan orag banyak. Gejalanya baru terlihat setelah memasuki usia puber.
5. Takut ketinggian
Ini adalah jenis phobia yang juga lumayan banyak penderitanya. Diperkirakan sebagnyak 3-5% dari seluruh populasi dunia menderita akrophobia, takut berada di tempat tinggi. Pada riset yang pernah dilakukan, penderita akrophobia merasa semua tempat tinggi berjarak lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Misalnya tinggi sebenarnya hanya 3 meter, maka di mata penderita akrophobia, mereka seperti melihat obyek yang tingginya 6 meter.
6. Takut kegelapan
Takut pada kegelapan yang diderita anak-anak ternyata adalah phobia paling umum juga. “Anak-anak mempercayai imajinasinya bahwa di kegelapan bisa mendadak muncul hanti, penculik, atau perampok,” jelas Thomas Ollendick, profesor psikologi dan direktur Child Study Center di Virginia Tech. Secara normal, ketakutan ini akan hilang seiring dengan bertambahnya usia. Namun jika hingga usia dewasa kita masih menderita ketakutan pada gelap, maka artinya kita menderita nyctophobia.
7. Takut kilat dan halilintar
Bagi para penderita phobia ini, suara halilintar dan kilat akan terasa seperti menghentak jantung, bahkan membuat mereka berkeringat. Penderita yang parah bahkan sampai memutuskan pindah ke daerah yang aman dari petir dan kilat., demikian kata John Westefeld, ilmuwan dari University of Iowa.
Westefeld melaporkan, dari surveinya terhadap mahasiswa di tahun 2006, sebanyak 73% menderita ketakutan ringan pada cuaca. Namun kebanyakan mereka malu untuk mengakuinya. Bagi mereka yang phobia pada kilat dan halilintar, ada baiknya mulai melatih rasa panik dan kecemasan.
8. Takut terbang
Jangan dikira mereka ini orang udik yang belum pernah naik pesawat, sebab faktanya sebanyak 25 juta warga Amerika juga menderita phobia ini. Nama penyakitnya adalah aviophobia, dimana seseorang sangat takut naik pesawat. Bisa jadi memang sudah sejak lahir begitu, atau ada yang pernah mengalami kecelakaan pesawat sehingga merasa trauma naik pesawat lagi, sebab peristiwa mengerikan itu terus terbayang.
9. Takut Anjing
Tidak usah harus anjing besar jenis doberman, anjing yang imut macam pudel pun ditakuti. Penderita cynophobia ini mengalami rasa takut digigit anjing, bisa jadi memang pernah digigit atau melihat orang lain digigit anjing, demikian menurut profesor psikologi Brad Schmidt dari Ohio State University.
10. Takut Dokter Gigi
Bukan cuma anak kecil lho yang takut ke dokter gigi, orang dewasa juga ada. Sebanyak 9-20 oersen orang Amerika ternyata menghindari memeriksakan giginya ke dokter walau sudah dalam kondisi parah sekalipun. Rasa takut ini lebih disebabkan oleh rasa nyeri yang timbul ketika plak gigi dibersihkan, dan memang tidak semua orang bisa menahannya.
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, Phobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Phobia didefinisikan oleh psikopatolog sebagai penolakan yang mengganggu atau kecemasan yang luar biasa yang diperantarai oleh rasa takut secara terus menerus dan irasional, terhadap bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar (yang bagi orang lain dipandang tidak berbahaya). Penderita biasanya menghindari keadaan-keadaan yang bisa memicu terjadinya kecemasan atau menjalaninya dengan penuh tekanan. penderita menyadari bahwa kecemasan yang timbul adalah berlebihan dan karena itu mereka sadar bahwa mereka memiliki masalah. Rasa takut yang dialami oleh penderita fobia akan hilang secara otomatis dengan cara menghindari objek yang ditakutinya.
DAFTAR PUSTAKA
Moeljono Notosoedirjo, Latipun, Kesehatan Mental, Universitas Muhammadiyah Malang, 2000.Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, PT. Bulan Bintang, Bandung, 1986, cet ke-7.Sururin, Ilmu Jiwa Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, cet. ke-1
riefa amanda putri
2pa03
10509254
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada beberapa orang tertentu pasti ada yang memiliki phobia. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa definisi dari phobia itu sendiri adalah adalah rasa ketakutan yang kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu. Bedanya sama rasa takut biasa adalah, hal yang ditakuti sebenarnya tidak menyeramkan untuk sebagain besar orang. Pada kesempatan kali ini, penulis akan sedikit membahas mengenai jenis-jenis phobia dan objek-objek yang ditakuti .
ISI
Pengertian Phobia
Phobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Phobia didefinisikan oleh psikopatolog sebagai penolakan yang mengganggu atau kecemasan yang luar biasa yang diperantarai oleh rasa takut secara terus menerus dan irasional, terhadap bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar (yang bagi orang lain dipandang tidak berbahaya). Penderita biasanya menghindari keadaan-keadaan yang bisa memicu terjadinya kecemasan atau menjalaninya dengan penuh tekanan. penderita menyadari bahwa kecemasan yang timbul adalah berlebihan dan karena itu mereka sadar bahwa mereka memiliki masalah. Rasa takut yang dialami oleh penderita fobia akan hilang secara otomatis dengan cara menghindari objek yang ditakutinya.
Beberapa istilah sehubungan dengan fobia :
§ afrophobia — ketakutan akan orang Afrika atau budaya Afrika.
§ agoraphobia – takut pada lapangan
§ antlophobia — takut akan banjir.
§ bibliophobia – takut pada buku
§ caucasophobia — ketakutan akan orang dari ras kaukasus.
§ cenophobia — takut akan ruangan yang kosong.
§ claustrophobia – takut akan naik lift.
§ dendrophobia – takut pada pohon
§ ecclesiophobia – takut pada gereja
§ felinophobia – takut akan kucing
§ genuphobia – takut akan lutut
§ hydrophobia — ketakutan akan air.
§ hyperphobia – takut akan ketinggian
§ iatrophobia – takut akan dokter
§ japanophobia – ketakutan akan orang jepang
§ lygopobia – ketakutan akan kegelapan
§ necrophobia – takut akan kematian
§ panophobia – takut akan segalanya
§ photophobia — ketakutan akan cahaya.
§ ranidaphobia – takut pada katak
§ schlionophobia – takut pada sekolah
§ uranophobia – ketakutan akan surga
§ venustraphobia – takut pada perempuan yang cantik
§ xanthophobia – ketakutan pada warna kuning
§ arachnophobia – ketakutan pada laba-laba
§ lachanophobia – ketakutan pada sayur-sayuran
Secara umum phobia dibagi dua yaitu phobia spesifik dan phobia sosial.
Phobia Spesifik
Phobia spesifik adalah suatu ketakutan yang tidak beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. Ada lima jenis phobia spesifik berdasarkan sumber ketakutannya, yaitu
(1) phobia terhadap binatang tertentu (kucing, anjing, ular),
(2) phobia terhadap keadaan alam (debu, ketinggian, hujan, petir),
(3) phobia terhadap situasi tertentu (berada di dalam elevator, pesawat),
(4) phobia terhadap darah, luka dan suntikan,
(5) phobia terhadap hal lain (kematian, penyakit, tercekik).
Phobia spesifik juga dipengaruhi oleh budaya seperti pa-leng (ketakutan terhadap dingin dan kehilangan panas tubuh) di Cina dan taijin kyoshu-fo (ketakutan akan mempermalukan seseorang) di Jepang.
Phobia sosial
Individu dengan phobia sosial mengalami ketakutan yang menetap dan tidak rasional yang biasanya berhubungan dengan keberadaan orang lain. Individu dengan phobia ini memiliki ketakutan bahwa mereka diperhatikan oleh orang lain dan mereka akan melakukan hal yang memalukan. Akibatnya, mereka akan menghindari situasi-situasi yang menurut mereka potensial untuk terjadinya hal-hal tersebut atau menghadapinya dengan penuh tekanan.
keadaan-keadaan yang sering memicu terjadi kecemasan pada penderita fobia sosial adalah:
• berbicara atau tampil di depan umum
• makan di depan orang lain.
• Menandatangani dokumen sebelum bersaksi.
• Menggunakan kamar mandi umum.
• Penderita merasa penampilan atau aksi mereka tidak tepat.
Gejala-gejala Fobia
Bila seseorang yang menderita phobia melihat atau bertemu atau berada pada situasi yang membuatnya takut (phobia), gejalanya adalah sebagai berikut:
*Jantung berdebar kencang
* Kesulitan mengatur napas
* Dada terasa sakit
* Wajah memerah dan berkeringat
* Merasa sakit
* Gemetar
* Pusing
* Mulut terasa kering
* Merasa perlu pergi ke toilet
* Merasa lemas dan akhirnya pingsan
Ada 10 jenis objek yang paling sering ditakuti oleh manusia di muka bumi ini. Berikut adalah bahasannya:
1. Takut ular
Ini merupakan jenis phobia yang paling sering dijumpai. Ketakutan secara berlebihan pada ular dikaitkan pada kemampuan nenek moyang kita bertahan di alam liar. Ular sejak dulu dianggap hewan berbisa, menjijikkan, dari masa ke masa. Bahkan juga diidentikkan dengan setan oleh keyakinan tertentu. Ternyata phobia akan ular ini bersifat evolusioner, diturunkan oleh nenek moyang manusia sejak zaman dulu sampai sekarag.
2. Takut laba-laba
Ditemukan bahwa kaum perempuan empat kali lipat lebih banyak jumlahnya yang takut atau jijik pada laba-laba daripada kaum lelaki.
3. Takut ruangan tertutup
Dikenal juga dengan nama agoraphobia, ketakutan ini diderita oleh 1,8 juta orang Amerika berusia dewasa, demikian menurut laporan National Institute of Mental Health pada tahun 2008. Tempat tertutup yang dianggap sulit untuk mereka melarikan diri atau keluar merupakan obyek yang paling ditakuti. Biasanya mereka takut pada elevator/lift, ruang olah raga tertutup, jembatan, kendaraan transportasi umum, mobil, mall, bahkan juga pesawat. Penderita biasanya malas bepergian atau berada di dalam mobil terlalu lama.
4. Takut pada orang lain
Pernah bertemu orang yang mukanya memerah saat bicara di depan orang banyak? Berkeringat, susah bicara atau gagap atau bahkan sampai sakit perut? Itulah ciri-ciri orang yang takut pada orang lain atau dikenal dengan nama sosialphobia. Sebanyak 15 juta orang Amerika dewasa menderitanya, demikian menurut National Institute of Mental Health. Yang parah, kadang bukan saat melakukan pembicaraan di depan umum saja. Penderita sosialphobia juga kerap kesulitan makan atau minum di depan orag banyak. Gejalanya baru terlihat setelah memasuki usia puber.
5. Takut ketinggian
Ini adalah jenis phobia yang juga lumayan banyak penderitanya. Diperkirakan sebagnyak 3-5% dari seluruh populasi dunia menderita akrophobia, takut berada di tempat tinggi. Pada riset yang pernah dilakukan, penderita akrophobia merasa semua tempat tinggi berjarak lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Misalnya tinggi sebenarnya hanya 3 meter, maka di mata penderita akrophobia, mereka seperti melihat obyek yang tingginya 6 meter.
6. Takut kegelapan
Takut pada kegelapan yang diderita anak-anak ternyata adalah phobia paling umum juga. “Anak-anak mempercayai imajinasinya bahwa di kegelapan bisa mendadak muncul hanti, penculik, atau perampok,” jelas Thomas Ollendick, profesor psikologi dan direktur Child Study Center di Virginia Tech. Secara normal, ketakutan ini akan hilang seiring dengan bertambahnya usia. Namun jika hingga usia dewasa kita masih menderita ketakutan pada gelap, maka artinya kita menderita nyctophobia.
7. Takut kilat dan halilintar
Bagi para penderita phobia ini, suara halilintar dan kilat akan terasa seperti menghentak jantung, bahkan membuat mereka berkeringat. Penderita yang parah bahkan sampai memutuskan pindah ke daerah yang aman dari petir dan kilat., demikian kata John Westefeld, ilmuwan dari University of Iowa.
Westefeld melaporkan, dari surveinya terhadap mahasiswa di tahun 2006, sebanyak 73% menderita ketakutan ringan pada cuaca. Namun kebanyakan mereka malu untuk mengakuinya. Bagi mereka yang phobia pada kilat dan halilintar, ada baiknya mulai melatih rasa panik dan kecemasan.
8. Takut terbang
Jangan dikira mereka ini orang udik yang belum pernah naik pesawat, sebab faktanya sebanyak 25 juta warga Amerika juga menderita phobia ini. Nama penyakitnya adalah aviophobia, dimana seseorang sangat takut naik pesawat. Bisa jadi memang sudah sejak lahir begitu, atau ada yang pernah mengalami kecelakaan pesawat sehingga merasa trauma naik pesawat lagi, sebab peristiwa mengerikan itu terus terbayang.
9. Takut Anjing
Tidak usah harus anjing besar jenis doberman, anjing yang imut macam pudel pun ditakuti. Penderita cynophobia ini mengalami rasa takut digigit anjing, bisa jadi memang pernah digigit atau melihat orang lain digigit anjing, demikian menurut profesor psikologi Brad Schmidt dari Ohio State University.
10. Takut Dokter Gigi
Bukan cuma anak kecil lho yang takut ke dokter gigi, orang dewasa juga ada. Sebanyak 9-20 oersen orang Amerika ternyata menghindari memeriksakan giginya ke dokter walau sudah dalam kondisi parah sekalipun. Rasa takut ini lebih disebabkan oleh rasa nyeri yang timbul ketika plak gigi dibersihkan, dan memang tidak semua orang bisa menahannya.
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, Phobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Phobia didefinisikan oleh psikopatolog sebagai penolakan yang mengganggu atau kecemasan yang luar biasa yang diperantarai oleh rasa takut secara terus menerus dan irasional, terhadap bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar (yang bagi orang lain dipandang tidak berbahaya). Penderita biasanya menghindari keadaan-keadaan yang bisa memicu terjadinya kecemasan atau menjalaninya dengan penuh tekanan. penderita menyadari bahwa kecemasan yang timbul adalah berlebihan dan karena itu mereka sadar bahwa mereka memiliki masalah. Rasa takut yang dialami oleh penderita fobia akan hilang secara otomatis dengan cara menghindari objek yang ditakutinya.
DAFTAR PUSTAKA
Moeljono Notosoedirjo, Latipun, Kesehatan Mental, Universitas Muhammadiyah Malang, 2000.Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, PT. Bulan Bintang, Bandung, 1986, cet ke-7.Sururin, Ilmu Jiwa Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, cet. ke-1
riefa amanda putri
2pa03
10509254
Langganan:
Postingan (Atom)